Ilustrasi siswa SMA/SMK di Kalbar. (Dok. PIFA/Freepik Odua)
PONTIANAKINFORMASI.CO.ID, SINGKAWANG – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Barat terus memperkuat fondasi pendidikan vokasi melalui kolaborasi lintas sektor. Terbaru, Disdikbud menjalin kemitraan strategis dengan dua perusahaan tambang berskala internasional, yakni Huayue Indonesia dan PT Huayue Nickel Cobalt, dalam upaya mentransformasi pendidikan vokasi agar lebih responsif terhadap dinamika industri global.
Langkah ini menandai pendekatan baru dalam pengelolaan pendidikan vokasi di Kalbar, di mana keterlibatan dunia industri tidak hanya sebagai pengguna tenaga kerja, tetapi juga sebagai mitra aktif dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran. Kepala Disdikbud Kalbar, Rita Hastarita, menekankan pentingnya keterpaduan antara institusi pendidikan dan pelaku industri.
“Kolaborasi ini menjadi tonggak penting bagi pendidikan vokasi di Kalbar. Kami ingin memastikan lulusan SMA/SMK di Kalbar memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan industri, khususnya di bidang pertambangan nikel-kobalt yang sedang berkembang pesat,” ujar Rita beberapa waktu lalu.
Kerja sama ini mencakup serangkaian program terintegrasi, mulai dari penyelarasan kurikulum, pelatihan berbasis industri, hingga penyediaan peluang kerja bagi lulusan. SMKN 2 Singkawang dipilih sebagai lokasi awal implementasi, dengan rencana pengembangan ke sekolah-sekolah lainnya di seluruh Kalbar.
Selain menciptakan jalur rekrutmen langsung bagi lulusan, perusahaan juga turut serta dalam pengembangan kapasitas guru melalui pelibatan tenaga ahli dari industri dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini bertujuan memperkuat kompetensi teknis dan soft skills para peserta didik.
“Pihak perusahaan siap menerima lulusan SMA/SMK dari Kalbar untuk berkarir di Huayue. Ini peluang emas bagi siswa yang ingin langsung terjun ke dunia kerja setelah lulus,” tambah Rita.
Salah satu tantangan yang diidentifikasi dalam kerja sama ini adalah kebutuhan akan tenaga kerja yang menguasai lebih dari satu bahasa. Dalam hal ini, Huayue menyampaikan pentingnya penguasaan Bahasa Indonesia, Inggris, dan Mandarin untuk dapat berkompetisi di lingkungan kerja multinasional.
Rita menerangkan bahwa dalam diskusi , perusahaan menyampaikan bahwa mereka sangat membutuhkan tenaga kerja yang fasih dalam tiga bahasa. Ini memberikan gambaran bagi pihaknya untuk mulai mendesain kurikulum yang lebih adaptif dengan kebutuhan industri global.
Menanggapi tantangan tersebut, Disdikbud Kalbar akan mendorong sekolah-sekolah vokasi untuk membuka kelas tambahan atau program ekstrakurikuler khusus penguatan bahasa asing. Inisiatif ini diharapkan mampu menyiapkan lulusan yang tak hanya siap kerja, tetapi juga memiliki daya saing tinggi di pasar kerja nasional maupun internasional.
Kerja sama ini dipandang sebagai bentuk nyata dari konsep link and match antara dunia pendidikan dan industri. Kolaborasi yang berbasis kebutuhan ini bukan hanya berorientasi pada penyerapan tenaga kerja, melainkan juga pada upaya peningkatan kualitas SDM Kalbar secara menyeluruh.
Dengan semangat kolaboratif ini, Kalbar menunjukkan keseriusannya dalam membangun ekosistem pendidikan vokasi yang lebih dinamis, adaptif, dan berkelanjutan. Diharapkan, model kolaborasi ini bisa direplikasi oleh daerah lain di Indonesia demi mencetak generasi unggul yang siap menatap masa depan industri global.
