Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat. (Tribunnews)
PONTIANAK INFORMASI, NASIONAL – Dalam hasil visum yang disampaikan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI, Selasa (17/9), tidak ditemukan adanya rahang bengkok pada RE (18), pelapor kasus dugaan perundungan di BINUS SCHOOL Simprug. Hasil tersebut berlawanan dengan pengakuan pelapor yang sebelumnya menyatakan dalam sebuah podcast bahwa rahangnya bengkok dan giginya hampir copot akibat peristiwa tersebut.
“Kami sudah melakukan visum [kepada pelapor] dan menemukan pipi kiri tampak memar seluas 3 cm, teraba benjol dan nyeri di bagian kepala,” ujar Ade Rahmat seperti dikutip dari Tribun, Senin.
Namun begitu, menurut Rahmat, berdasarkan hasil visum, tidak ada indikasi cedera serius seperti yang diungkapkan pelapor.
Polisi telah mengumpulkan sejumlah bukti, termasuk keterangan saksi, hasil visum et repertum, laporan dokter dari Rumah Sakit Pertamina Pusat, serta video yang memperlihatkan kejadian di toilet sekolah. Pihak sekolah juga telah menyerahkan seluruh rekaman CCTV sebagai barang bukti, yang juga telah diperlihatkan dalam RDP tersebut.
Kasus ini mencuat ketika RE melaporkan adanya pengeroyokan dan bullying yang dilakukan oleh tiga siswa dan ditonton oleh 30 orang. Namun, investigasi sekolah menemukan bahwa yang terjadi adalah pertandingan satu lawan satu yang dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak. Semua siswa yang terlibat, baik dalam pertandingan maupun sebagai penonton, telah diberikan sanksi oleh pihak sekolah.
Kapolres Metro Jakarta Selatan juga menegaskan bahwa proses penyelidikan telah berlangsung sejak Januari 2024.
“Jika ditanya, kasus tersebut kenapa lama [penanganannya], kami telah mencoba melakukan diversi atau musyawarah khusus anak-anak. Para pihak sudah bertemu, tapi tidak ada titik temu,” jelas Ade.
Dalam RDP, anggota Komisi III DPR, Sari Yuliati, menekankan pentingnya penanganan yang adil dalam kasus ini. Ia meminta agar semua pihak tidak menyeret orang yang tidak bersalah dalam penyelesaian kasus tersebut. Sari juga mengingatkan agar tidak memanfaatkan profesi orang tua dari pihak yang terlibat untuk mencari simpati atau perhatian publik.
“Kita harus mendudukkan masalah ini (berdasarkan fakta) yang sebenar-benarnya. Jangan kita ajarkan anak-anak praktik-praktik yang tidak baik. Kalau memang anak kita salah, kita bilang salah. Kalau anak kita tidak salah, kita bilang tidak salah. Tidak perlu ada yang ditutup-tutupi,” ujar Sari. (ad)
