Berita Pontianak, PONTIANAK INFORMASI – Perseteruan antara Fakultas Kehutanan dan Fakultas Pertanian di Universitas Tanjungpura (Untan) kembali memanas, karena munculnya berita yang mengatakan bahwa Fakultas Pertanian merambah Kawasan Arboretum dan merusak Buffer Zone.
Berita berjudul “Hutan Dirambah Tak Sesuai Kesepakatan” ini tayang di Mimbar Untan pada Sabtu (16/4/2022). Menanggapi berita tersebut, pihak Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Faperta Untan pun menyampaikan klarifikasi dan tanggapannya.
Ingdwi Sebut BEM Fahutan Kurang Literasi
Ingdwi Lara Sakti Selaku Gubernur Mahasiswa Fakultas Pertanian Untan menyatakan bahwa pihak BEM Fahutan kurang literasi. Dia menilai pengertian dari buffer zone dan status Arboretum yang dilontarkan dari Fahutan itu kurang tepat.
“Yang mengatakan kami merambah dasarnya tidak ada, dari mereka kurang membaca info yang sudah ada sesuai SK Rektor dan literasi yang ada” tegasnya.
“Boleh teman – teman kaji lagi apa yang dimaksud dengan Buffer Zone, masa anak Kehutanan sendiri salah mengartikan istilah tersebut. Seminim sepengetahuan saya Buffer Zone adalah sebuah batasan penyangga wilayah antara Kawasan CA atau Cagar Alam yang dipisahkan oleh sebuah sungai, itu seminim pengetahuan saya yang sebagai mahasiswa Pertanian ya,” timpal Ingdwi.
Dari hasil pendataan pengurus Arboretum, lanjutnya, 13 pohon tersebut termasuk di dalam 2 blok pohon di blok R dan blok buffer zone 3. Di blok R sendiri total pohon berjumlah 168 individu, terhitung tegakan Belian/Ulin berumur 17 tahun yang sudah tergusur berasal dari blok ini. Sementara itu blok buffer zone 3 terdapat 131 pohon, dengan jumlah pohon 12 tegakan yang sudah tergusur.
“Untuk pendataan itu boleh disertai buktinya tidak? Karena setahu saya hanya 3 pohon yang ditebang, pada Mimbar Untan bahkan ada klarifikasi dari Dekan Fakultas Kehutanan bahwasannya pernyataan tersebut keliru, dan itu pun kami dari Fakultas Pertanian ada menanam kembali sejumlah 500 lebih pohon untuk melanjutkan pembangunan Agroeduwisata, bahkan pada data ada sekitar 20 batang kayu belian juga kami tanam,” ungkap Ingdwi.
Ingdwi mengutarakan, masih ada 500 pohon lagi yang bakal ditanam kembali ketika lahan tersebut sudah siap.
“Apakah teman-teman kehutanan tidak pernah belajar yang namanya reboisasi? Kami disini hanya menata ulang tanaman yang ada, agar terlihat rapi dan lebih produktif daripada sebelumnya,” tegasnya.
Tanggapi BEM Fahutan, Ingdwi Ajak Cek Kembali Isi SK!
Dalam pernyataannya di Mimbar Untan, Ketua BEM Fahutan, Syarif Redho tampak menyesalkan beberapa tegakan yang tergolong rentan tersebut ikut ditebang. Salah satunya adalah pohon Ulin yang mempunyai nilai historis karena pohon ini ditanam oleh mantan Wali Kota Pontianak pada tahun 2005, Alm. Bukhori. Oleh karena itu, dalam pengelolaan arboretum ini, Edo merasa kebijakan yang ada harus ditepati sesuai dengan kesepakatan yang sudah dilakukan.
“Sekarang begini hak kelola tersebutkan sudah diserahkan sepenuhnya pada Universitas Tanjungpura, dan dipertegas oleh bapak rektor untuk memberi batas wilayah yang sudah ditetapkan pada SK rektor tahun 2020, boleh teman-teman baca lagi, karena yang saya rasa pada saat ini pihak kehutanan sangat minim literasi sehingga terlalu menggiring opini publik, terlalu menuduh yang tidak-tidak sampai dibawa ke ranah media seperti ini. Padahal sudah sangat jelas dan sudah clear di tahun 2020 kemarin, kenapa sekarang diangkat lagi? Kan sesuatu yang aneh, apakah ada hal sentiment denga apa yang kami lakukan sekarang? Padahal itu sangat bagus ketika agroeduwisata dibuat ditengah perkotaan seperti ini,” pungkas Ingdwi menanggapi pernyataan Ketua BEM Fahutan.
Dalam paparannya, Ketua BEM Fahutan Untan yang akrab disapa Edo itu juga menyatakan belum ada audiensi antara kedua fakultas tersebut. Ia menyayangkan bahwa Faperta Untan tidak menepati janjinya untuk tidak menebang pohon, walaupun lahannya merupakan hak pengelolaan Faperta Untan.
“Untuk audiensi sendiri bukannya sudah dilakukan pada tahun 2020 ya? Pada saat hal ini pertama kali diangkat ke media masa. Mungkin dikarenakan Ketua BEM-nya kurang mengikuti kasus kali, hanya berdasarkan katanya dan katanya, tidak sesuai fakta data dan bukti yang ada. Sekarang kita sudah tidak bisa lagi berbicara hanya berdasarkan history saja melainkan harus sesuai dengan data, fakta dan bukti juga,” bantah Ingdwi.
Kemudian, Ingdwi juga mengajak BEM Fahutan untuk melihat Kembali SK yang sudah ditetapkan Rektor pada 2020 lalu.
“Jika teman-teman yang katanya kami merambah ayo boleh kita Bersama-sama lihat siapa yang merambah, karena kami mengelola sesuai dengan ketetapan SK rektor di tahun 2020 tadi. Dalam pernyataan pak Edo pun ada keleriruan yah, bolehlah dikoreksi sendiri, jikalau kami buka bakalan malu nantinya, takut terlihat gimana-gimana gitu ya,” pinta Ingdwi.
Harapan BEM Faperta Untan
Lebih lanjut, ada sejumlah harapan yang disampaikan Ingdwi, mewakili pihak BEM Faperta Untan.
“Kami juga berharap kepada teman-teman kehutanan ketika mau berbicara dan meng-up sesuatu di media harus sesuai dengan apa yang ada, jangan mengada-ada yang mengakibatkan kerugian bagi kami, dari segi moril dan materil. Jika teman-teman kehutanan masih melanjutkan hal ini ke media, kami siap jika melalui jalur hukum,” tuturnya.
Ingdwi mengaku, pihak Fakultas Pertanian dirugikan dengan pernyataan-pernyataan dari Fakultas Kehutan.
“Karena kami merasa sangat dirugikan, apalagi terkhusus Dekan Fakultas Pertanian terus menerus difitnah seperti ini. Layakkah seorang mahasiswa yang katanya sebagai kaum intelektual tapi menggunakan jalur seperti ini? sudah jelaskan siapa yang sekarang salah dan keliru,” tutupnya.