PONTIANAK INFORMASI, LOKAL – Kasus dugaan pelanggaran pemilu yang melibatkan Lismaryani, istri mantan Gubernur Kalimantan Barat, menjadi sorotan publik setelah beredar rekaman video di media sosial. Lismaryani diduga melakukan kampanye di lingkungan SMA Negeri 1 Sungai Raya, mengajak pemilih untuk mendukung pasangan calon gubernur nomor urut 01, Sutarmidji-Didi Haryono, yang memicu polemik dan laporan dari pendukung pasangan nomor urut 02, Ria Norsan-Krisantus Kurniawan (NKRI), kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalbar.
Kasus ini mencuat setelah relawan NKRI menuding Kepala Dinas Pendidikan Kalbar memfasilitasi kampanye tersebut di dalam lingkungan sekolah, yang seharusnya netral dari kegiatan politik. Dugaan pelanggaran tidak hanya terjadi di SMA Negeri 1 Sungai Raya, tetapi juga di SMA Negeri 1 Mempawah.
Uray Juliansyah, Koordinator Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kalbar, mengonfirmasi bahwa pihaknya segera merespons laporan tersebut. “Dari informasi yang kami dapatkan, dugaan pelanggaran ini tidak hanya terjadi di SMA Negeri 1 Sungai Raya, tetapi juga di SMA Negeri 1 Mempawah,” ujarnya seperti dikutip dari suara.com, pada Jumat (18/10/2024).
Setelah temuan awal, Bawaslu mengadakan rapat pleno untuk menilai apakah laporan ini memenuhi syarat formil dan materil untuk diproses lebih lanjut. Setelah melalui proses verifikasi, kasus ini resmi didaftarkan sebagai dugaan pelanggaran pidana pemilu dan dibawa ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
“Tahapan pembahasan di Gakkumdu dimulai untuk memastikan semua proses hukum berjalan sesuai aturan yang berlaku,” tambah Uray. Proses ini melibatkan klarifikasi terhadap terlapor, pemeriksaan saksi, serta konsultasi dengan ahli teknologi informasi dan bahasa untuk memverifikasi bukti yang ada.
Bawaslu juga melakukan pemeriksaan langsung di lokasi kejadian guna memperkuat bukti-bukti yang diajukan. “Kami memastikan setiap langkah dilakukan dengan cermat untuk memastikan bukti-bukti valid dan tidak ada yang terlewat,” jelas Uray.
Namun, dalam rapat pleno Gakkumdu yang digelar pada 18 Oktober 2024, kasus ini dihentikan. Meski unsur subjek dan perbuatan telah terpenuhi, beberapa unsur lain yang disyaratkan untuk menindak pelanggaran pidana pemilu tidak terpenuhi.
“Meski ada bukti, jika unsur pidana tidak terpenuhi secara menyeluruh, maka kasus tidak bisa dilanjutkan,” tegas Uray.
Ia menjelaskan bahwa Bawaslu tetap mengacu pada Undang-Undang Pilkada, termasuk Pasal 188 Jo Pasal 71 Ayat 1 dan Pasal 187 Ayat 3 Jo Pasal 69 huruf H dan I.