Berita Pontianak, PIFA – Dalam rangka merefleksikan Gerakan Reformasi 98 Suar Asa Khatulistiwa (SAKA) Pontianak dan Rumah Diskusi Pontianak menggelar kegiatan diskusi dengan tema “Refleksi 24 Reformasi: Apa Kabar Demokrasi Kita?” yang diselenggarakan di Alcapone Caffe, Jl Ilham Kota Pontianak, pada Jumat (27/5/2022).
Andy Yetriani selaku ketua Komnas Perempuan Indonesia yang menjadi salah satu narasumber dalam kehiatan ini mengatakan Tema diskusi hari ini sangat penting dan harusnya dibincang oleh anak muda di semua daerah.
“Tujuan kita berdiskusi ini bukan hanya bernostalgia pada peristiwa masa lalu Reformasi tapi juga menakar sejauh mana capaian yang kita harapkan sejak masa reformasi dan bagaimana kita menavigasikan masa depan kita serta kita perlu membuat indikator penakaran tersebut,” ujarnya saat diwawancarai PIFA.
Dia mengungkapkan Demokrasi di Indonesia ini masih dalam proses dan dari waktu ke waktu akan membutuhkan kapasitas untuk mewujudkan nilai-nilai terbaik demokrasi tersebut
“Saya pikir demokrasi itu proses dan selama-lamanya mungkin dia dalam proses dan demokrasi yang kita perjuangkan dari waktu ke waktu dia membutuhkan kapasitas untuk bisa mewujudkan nilai-nilai terbaik dari sistem politik demokrasi dan saya mengajak untuk melihat demokrasi secara prasyaratnya agar warga negara bisa berfikir secara kritis dan menciptakan kerja bersama,” ungkapnya.
Andy yang juga merupakan aktivis 98 ini menyampaikan dalam konteks perempuan, gerakan perempuan selalu menjadi bagian yang sangat penting karna perubahan politik di Indonesia itu berdiri di tubuh perempuan.
“Kalau kita lihat perempuan selalu menjadi bagian yang sangat penting, reformasi dan perubahan politik di Indonesia secara sederhananya berdiri di tubuh perempuan seperti tragedi mei 98 ada pemerkosaan masif, dan tahun 65 juga terjadi, tanpa membedakan apakah mereka mempunyai keterkaitan atau tidak dan sejarahnya juga digulitakan karena tidak sesuai dengan forensik,” jelasnya,
Dia juga menegaskan bahwa gerakan perempuan itu bukan hanya kewajiban 30% kouta perempuan terlibat dalam parlemen atau pemerintahan.
“Kepemimpinan gerakan perempuan itu tumbuh bersama gerakan perempuan, ini bukan hanya 30% tapi tentang bagaimana perempuan bisa terlibat dalam ruang pengambilan keputusan,” tambahnya. (ja)