PONTIANAK INFORMASI, NASIONAL – Sebanyak 93 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga terlibat dalam kasus pungutan liar atau pungli di Rutan KPK. Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak serius dari aksi pungli yang melibatkan sejumlah besar pegawai tersebut.
Menurut Yudi Purnomo Harahap, yang pernah menjabat sebagai penyidik KPK, jumlah pegawai yang terlibat sangatlah banyak, dan ia menduga adanya upaya bersama untuk merusak integritas, sistem, dan kebersihan KPK.
“Perbuatan sebagian diantara mereka terlibat pungli dengan menerima uang dari tahanan tentu juga mengganggu penindakan yang dilakukan oleh KPK dalam menangani kasus korupsi,” kata Yudi seperti dikutip dari Suara.com jejaring PontianakInformasi.co.id, Jumat (12/1/2024).
Yudi juga mengemukakan dugaannya bahwa pegawai yang terlibat membentuk klaster-klaster, mulai dari yang terberat hingga yang perbuatan ringan. Ia mendesak Dewan Pengawas (Dewas) dan KPK untuk bertindak tegas dan jernih dalam menyaring serta memberhentikan semua yang menjadi otak di balik kasus pungli ini.
“Kemudian pidanakan juga yang terlibat aktif dalam pungli tersebut, mulai dari aktor intelektualnya, yang membantu, turut serta serta ikut menikmati uang pungli secara sadar tanpa paksaan,” tambahnya.
Yudi menggambarkan peristiwa ini seperti teori ikan membusuk dari kepala. Sementara itu, mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dan menjadi tersangka korupsi karena terlibat dalam pemerasan dan menerima gratifikasi dari mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Ironisnya, 93 pegawai KPK juga diseret ke sidang etik terkait pungli sehingga membawa kabar buruk bagi lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas korupsi.
“Tentu ironis sekali apa yang terjadi di tubuh KPK ini,” ungkapnya.
Kasus-kasus internal lainnya di KPK juga masih berproses, termasuk kasus dugaan korupsi terkait perjalanan dinas fiktif seorang pegawai KPK. Dewas KPK tengah menyelidiki kasus baru pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh dua pimpinan KPK, Alexander Marwata dan Nurul Gufron. Yudi Purnomo Harahap menekankan bahwa saatnya bagi KPK untuk membersihkan diri dari segala tindakan yang melanggar etika dan melakukan perbuatan pidana.
“Ini merupakan momentum KPK untuk bersih-bersih dari segala tindakan pegawai maupun pimpinannya yang bukan saja melanggar etik tetapi juga melakukan perbuatan pidana, sehingga bisa bersih-bersih dan memperbaiki sistem antikorupsi di tubuhnya sendiri,” pungkas Yudi. (ad)