Nursalim Yadi Anugerah, Komponis asal Pontianak, Kalimantan Barat kembali membuat karya seni yang mengangkat isu sosial.
Terinspirasi dari Hutan di Kalimantan yang berkurang dengan cepat dan berkaitan erat pada pola konsumsi di Eropa.
Bersama librettist dari Belanda, Miranda Lakerveld dari
World Opera Lab, ia menciptakan opera baru dengan deforestasi sebagai subyeknya.
Opera ini adalah opera
pertama yang mengangkat isu deforestasi di Kalimantan.
Ine Aya’, produksi dari Balaan Tumaan Ensemble (Pontianak), World Opera Lab (Amsterdam), dan Holland Festival, ditampilkan untuk pertama kalinya
dalam World Premiere di Holland Festival, Amsterdam, Rabu (9/6/2021).
Dalam Ine Aya’, dua kebudayaan berdialog satu sama lain, yaitu kebudayaan Kayaan dari Indonesia dan
Belanda, Eropa Utara.
Dua bentuk opera dari dua benua, sebuah bentuk yang mungkin pernah muncul di waktu lampau dalam dialog dengan satu sama lain.
“Kini, kami berada disini dengan dialog yang baru, mencoba untuk menjawab sebuah pertanyaan berat di masa ini; bagaimana kita menyikapi pola konsumsi di belahan bumi bagian barat yang menyebabkan kerusakan budaya dan alam di belahan bumi yang lain?,” terang Yadhi dalam pernyataan rilisnya.
Warisan Nusantara dalam dialog global
Ine Aya’ dibuat berdasarkan dua karya klasik, dari kebudayaan barat dan timur: epos masyarakat Kayaan yang
disebut Takna’ Lawe’ dan Der Ring Nes Nibelungen karya Richard Wagner.
Keduanya berkisah tentang
pentingnya menghormati alam dan sumber daya alam yang ada di dalamnya.
Dari kedua kisah tersebut,
mereka menyatukan budaya Kayan dari Kalimantan yang kaya akan tradisi dengan mitologi Barat lewat interpretasi Wagner.
Hasilnya adalah perpaduan musik dan teater yang menggugah dari dua budaya yang aling terkait dalam banyak hal.