Berita Nasional, PONTIANAK INFORMASI – Pemerintah pusat telah resmi menaikkan harga rokok pada tahun 2022. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022 mengatakan, perokok jadi beban negara karena biaya kesehatan untuk pengobatan korban merokok sangat fantastis, yakni Rp 27,7 triliun per tahun, dimana Rp 15,6 triliun dari jumlah biaya tersebut dikucurkan dari anggaran BPJS.
“Biaya kesehatan akibat merokok mencapai Rp 17,9 triliun sampai Rp 27,7 triliun per tahun. Dan dari total biaya ini, Rp 10,5 triliun sampai Rp 15,6 triliun merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan BPJS kesehatan,” kata Sri Mulyani, Senin (13/12).
Mantan Direktur Pelaksanan Bank Dunia itu menerangkan, pemerintah setiap tahunnya mengucurkan subsidi sebesar Rp 48,8 triliun untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), 20% hingga 30% dari dana tersebut digunakan untuk mendanai perawatan warga yang menderita penyakit akibat merokok.
Pada kesempatan itu, dia juga memaparkan survei dari Komnas Pengendalian tembakau (Komnas PT), Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Universitas Indonesia, dimana mayoritas perokok tidak mengurangi konsumsi meskipun di tengah pandemi Covid-19 yang memukul perekonomian sebagian besar masyarakat. Hasil riset juga menunjukkan bahwa beberapa perokok bahkan mengalami kenaikan angka konsumsi.
Hasil riset lainnya yang dipaparkan Sri Mulyani menunjukkan bahwa perokok cenderung punya potensi terinfeksi virus Corona 14 kali lebih tinggi dari yang bukan perokok. Selain itu, bagi perokok yang sudah terinfeksi Covid-19 juga memiliki risiko 2,4 kali lebih tinggi untuk mengalami gejala infeksi berat dan memiliki prognosis buruk.
“Kondisi ini berarti akan membebani karena seluruh penderita Covid-19 ditanggung oleh negara,” kata Sri Mulyani.
Pertimbangan lainnya yang melatarbelakangi Pemerintah untuk menaikkan cukai harga rokok ialah besarnya anggaran untuk kebutuhan therapeutic atau pengobatan kesehatan yaitu sebesar Rp 87,99 triliun dari Rp 214,96 triliun, yang diambil dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021.
Masalah lainnya, lanjut Sri Mulyani, merokok dapat menyebabkan meningkatnya risiko penyakit, disabilitas dan kematian dini. Sehingga rokok berpotensi menghilangkan angka produktif Indonesia yang biaya ekonominya diperkirakan mencapai Rp 374 triliun, dirujuk dari Hasil Riset Balitbang Kementerian Kesehatan pada tahun 2017 lalu.
Naiknya cukai rokok diharapkan dapat menurunkan angka prevalensi (jumlah keseluruhan dari kasus) merokok di kalangan usia 11-18 tahun. Sejak 2013 prevalensi merokok usia tersebut terus naik, hanya 7,2% pada 2013 dan naik menjadi 9,9% tahun 2019.
Sri Mulyani menuturkan, kenaikan angka prevalensi tahun 2019 diduga karena tidak dinaikkannnya tarif cukai rokok. Sebelumnya pada tahun 2020 ketika tarif kembali dinaikkan hingga 23%, pravelensi ini turun menjadi 9%.
Pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak usia 11-18 tahun bisa turun hingga 8,7% pada tahun 2024 nanti. Ragam permasalahan inilah yang mendorong pemerintah kembali menaikkan cukai rokok.
“Oleh karena itu, menyadari tingginya bahaya merokok, pemerintah menggunakan instrumen kebijakan cukai (untuk mengendalikannya),” tegas Sri Mulyani.
Adapun kenaikan tarif cukai rokok rata-rata pada tahun 2022 mendatang adalah sebesar 12%.