(Foto : Reuters)
PONTIANAK INFORMASI, Internasional – Situasi keamanan di perbatasan antara Kamboja dan Thailand semakin memanas, memaksa pemerintah Kamboja untuk mengambil langkah diplomatik serius dengan mengirim surat resmi kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Ketua ASEAN.
Surat tersebut berisi permintaan agar konflik yang telah menimbulkan bentrokan bersenjata dan korban jiwa ini segera dibahas dalam forum Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama mencapai kesepakatan gencatan senjata antara kedua negara. Informasi ini disampaikan melalui briefing Menlu Kamboja, Prak Sokhonn, kepada para diplomat asing di Phnom Penh yang juga dihadiri oleh Duta Besar Indonesia di Kamboja, Santo Darmosumarto, dilansir dari IDN Times.
Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, secara terang-terangan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan khusus guna menghentikan apa yang disebutnya sebagai agresi militer terencana oleh angkatan bersenjata Thailand.
Surat resmi yang ditujukan kepada Presiden Dewan Keamanan PBB dan Ketua ASEAN tahun ini, yakni Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, menyoroti serangan-serangan yang terjadi di beberapa posisi Kamboja, termasuk kuil-kuil bersejarah di wilayah Preah Vihear dan Oddar Meanchey. Hun Manet menyatakan, “Kamboja mengutuk sekeras-kerasnya dan menyatakan kemarahannya yang mendalam atas agresi militer yang tidak beralasan dan terencana”.
Dalam surat dan pernyataannya, Hun Manet juga mengingatkan bahwa serangan militer tersebut jelas melanggar prinsip-prinsip non-agresi dan penyelesaian damai yang menjadi dasar hukum internasional serta konvensi ASEAN. Dia menegaskan bahwa Kamboja menginginkan penyelesaian damai dengan menolak kekerasan yang terjadi, sekaligus meminta Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan darurat untuk menghentikan tindakan agresi tersebut. Hal ini juga diungkapkan dalam laporan Republika yang menulis bahwa surat tersebut diharapkan dapat diedarkan sebagai dokumen resmi Dewan Keamanan PBB.
Duta Besar Kamboja untuk PBB, Chhea Keo, menyampaikan di pertemuan Dewan Keamanan bahwa Kamboja menyerukan gencatan senjata segera tanpa syarat dan mengajak kedua pihak untuk menempuh penyelesaian damai atas sengketa perbatasan. Ia juga mempertanyakan tuduhan dari Thailand yang menyebut Kamboja sebagai pihak pemicu konflik, dengan menekankan bahwa Thailand adalah kekuatan militer besar di kawasan sedangkan Kamboja adalah negara kecil yang mengutamakan perdamaian.
Setelah dua hari bentrokan bersenjata yang melibatkan penggunaan jet tempur, artileri, dan tank, kerusakan dan korban jiwa di kedua belah pihak semakin bertambah. Permintaan gencatan senjata dari pihak Kamboja disampaikan melalui Duta Besar mereka di PBB sebagai respons atas eskalasi konflik yang telah menyebabkan evakuasi massal dan korban sipil serta militer. Thailand sendiri menyatakan keterbukaan untuk penyelesaian diplomatik, termasuk opsi mediasi oleh ASEAN, meski solusi tetap diharapkan melalui perundingan bilateral langsung.
Menanggapi situasi tersebut, Ketua ASEAN 2025, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, mengimbau kedua pemimpin negara untuk segera menerapkan gencatan senjata guna mencegah eskalasi lebih jauh dan membuka ruang dialog damai. Anwar menyatakan, “Saya menyambut baik sinyal positif dan kesediaan yang ditunjukkan oleh Bangkok dan Phnom Penh dalam mempertimbangkan masalah ini,” dikutip dari IDN Times. Malaysia juga siap memfasilitasi proses perdamaian dengan semangat persatuan dan tanggung jawab bersama ASEAN.
Hingga kini, belum ada pernyataan bersama resmi dari ASEAN sebagai organisasi, namun ketegangan di perbatasan terus menjadi perhatian serius komunitas internasional, termasuk Dewan Keamanan PBB yang telah menggelar rapat darurat untuk membahas konflik tersebut.
Kamboja berharap diplomasi ini dapat menjadi jalan keluar damai agar sengketa yang sudah lama berlarut tidak berubah menjadi perang berkepanjangan yang merugikan kawasan.
