(Okezone.com)
PONTIANAK INFORMASI, Internasional – Dalam suasana konflik yang terus membara di Jalur Gaza, Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, kembali mengeluarkan pernyataan tegas yang menjadi sorotan dunia. Dalam pertemuan di Amman, Yordania, bersama mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, Abbas menegaskan bahwa kelompok Hamas harus segera meletakkan senjata dan menyerahkan kendali penuh atas Gaza kepada Pemerintah Palestina. “Gaza tidak akan diperintah oleh Hamas di era pasca-perang. Solusi yang masuk akal adalah Israel harus keluar dari Gaza, dan Palestina diberi mandat untuk mengambil alih sepenuhnya dengan dukungan Arab dan internasional,” tegas Abbas sebagaimana dilansir dari situs Suara Surabaya.
Abbas juga menggarisbawahi pentingnya tercapainya gencatan senjata secara segera, pembebasan semua sandera Israel yang masih ditahan Hamas, serta kemudahan akses bagi bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah Gaza yang tengah dilanda perang. Seruan ini, menurut laporan dari Tribunnews, belum mendapatkan tanggapan langsung dari pihak Hamas. Namun, sikap Abbas menunjukkan adanya eskalasi baru dalam relasi antara Otoritas Palestina dan Hamas, dua kekuatan utama di wilayah Palestina yang kerap bersaing keras memperebutkan legitimasi dan kepemimpinan.
Dalam penuturannya yang dikutip dari sindonews.com, Abbas menyatakan, “Kelompok perlawanan Palestina itu juga harus menyerahkan senjatanya kepada PA, terlibat dalam aktivitas politik sesuai dengan program Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan legitimasi internasional serta memastikan keberadaan satu rezim dan senjata yang sah di Jalur Gaza.” Pernyataan ini menandai ketegasan Abbas bahwa tidak ada ruang bagi kekuatan bersenjata ganda di Gaza jika perdamaian hendak diwujudkan.
Sejumlah analis melihat, desakan Mahmoud Abbas ini bukan semata-mata untuk mendesak Hamas, namun juga sebagai respons atas tekanan internasional dan regional agar Otoritas Palestina kembali memegang kendali atas Gaza. Selama ini, sejak konflik internal Fatah-Hamas pada 2007, Gaza berada di bawah kontrol penuh Hamas. Usulan agar Gaza dikelola oleh Pemerintah Palestina telah lama ditolak oleh Israel, namun kini kembali diusulkan dengan didukung oleh dunia Arab dan komunitas internasional, seiring meningkatnya krisis kemanusiaan di Gaza.
Abbas pun menyampaikan kritik tajam terhadap tindakan sepihak Israel, mulai dari perluasan permukiman ilegal hingga serangan berulang ke wilayah Tepi Barat dan Yerusalem. Di sisi lain, Hamas menolak permintaan Otoritas Palestina tersebut dan menuding Abbas “berulang kali dan secara mencurigakan menyalahkan rakyat kami atas kejahatan pendudukan dan agresi yang terus berlanjut,” ujar pejabat senior Hamas, Basem Naim, yang dikutip Al Jazeera melalui Tribunnews. Kritik tersebut memperlihatkan ketegangan yang belum mereda antara kedua faksi besar Palestina.
Dalam pertemuan yang sama, Abbas kembali mengingatkan pentingnya dimulainya proses politik menuju solusi dua negara sesuai resolusi internasional dan Inisiatif Perdamaian Arab. “Tidak akan ada perdamaian hingga Palestina mendirikan negara di perbatasan sebelum perang Timur Tengah 1967,” ucap Abbas sebagaimana dikutip dari Metro TV. Ia juga menyarankan digelarnya konferensi perdamaian internasional sebagai langkah konkret menuju perdamaian berkelanjutan.
Penegasan sikap Mahmoud Abbas ini menjadi babak baru dalam dinamika pemerintahan dan konflik di Palestina, khususnya Jalur Gaza. Dengan ketegangan yang masih tinggi dan respons keras dari Hamas, masa depan Gaza pascaperang diprediksi akan menjadi arena perebutan kepentingan yang rumit, baik di level domestik Palestina maupun geopolitik kawasan. Namun jelas, Abbas mengirimkan pesan kuat: era kepemimpinan Hamas di Gaza harus segera berakhir demi peluang terciptanya perdamaian yang lebih luas dan berkelanjutan.
