Foto: Jim Watson/AFP
PONTIANAK INFORMASI, Internasional – Dalam pertemuan yang cukup menghebohkan, Wali Kota New York terpilih, Zohran Mamdani, secara terbuka menyebut Presiden Donald Trump sebagai seorang fasis. Pernyataan tersebut dilontarkannya di tengah-tengah diskusi yang berlangsung di Gedung Putih dan kemudian menjadi viral di berbagai media berita internasional maupun nasional. Dilansir dari CNN, Mamdani menyatakan, “Saya sudah bicara … tak masalah, anda bisa langsung bilang ‘ya’, itu lebih mudah,” saat Trump secara jenaka mengizinkan Mamdani mengakui tuduhan tersebut.
Reaksi Trump terhadap pernyataan Mamdani tampak santai dan justru tertawa saat ditanya apakah dia menganggap dirinya fasis. Dia bahkan menyebut, “Tak masalah, anda bisa langsung bilang ‘ya’.” Kedekatan dalam suasana formal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang kompleks di antara keduanya, meskipun sebelumnya keduanya pernah saling menyerang terkait komentar politik dan keberagamaan Mamdani. Di sisi lain, pernyataan Trump ini semakin memperkokoh argumen bahwa gaya kepresidenannya semakin mendekati gaya otoriter yang otentik dan penuh kontrol.
Dalam wawancara lain yang diunggah di YouTube, Trump menunjukkan sikap yang sama santainya saat wartawan menanyakan kembali soal sebutan fasis tersebut. Dia bahkan menyatakan bahwa tidak ada masalah bagi dirinya jika Mamdani mengakuinya secara langsung. Ini menimbulkan spekulasi bahwa Trump secara sadar maupun tidak sadar, mengakui adanya label yang menyudutkan dirinya sebagai figur otoriter.
Perdebatan mengenai sifat kekuasaan Trump ini semakin mencuat saat berbagai media melaporkan bahwa ia telah melakukan langkah-langkah yang mengingatkan pada perilaku para pemimpin otoriter lain, termasuk menekan media dan membatasi kebebasan berpendapat. Selain tertawa dan menganggap biasa sebutan fasis, Trump baru-baru ini juga mengancam akan mencabut lisensi berbagai media yang memojokkan dirinya secara kritis, sebagaimana dilaporkan oleh media internasional yang mengkaji gaya kepemimpinannya selama ini. Tindakan tersebut seolah mengadopsi pola perilaku pemimpin otoritarian seperti Viktor Orbán di Hungaria.
Sementara itu, Mamdani sendiri menilai bahwa Trump terlalu otoriter dan penuh kontroversi. Meski saling menyerang secara terbuka menjelang Pilkada New York, mereka berdua akhirnya sepakat menata agenda resmi dan menghindari pertentangan terbuka di ruang pertemuan. Meski begitu, pernyataan Mamdani bahwa Trump adalah seorang fasis sekaligus menjadi pemicu diskusi hangat di kalangan pengamat politik dan media. Banyak pihak menyebut bahwa pernyataan ini semakin memperlihatkan bagaimana kekuasaan Trump menegaskan kemampuannya menekan oposisi dan menyemai citra otoriter.
Dalam konteks global, gaya otoriter Trump ini memperlihatkan kemiripan dengan pemimpin negara lain yang juga dikenal tegas dan penuh kontrol. Seperti yang dilaporkan oleh New York Times, selama masa jabatannya, Trump menunjukkan tren memperlemah kebebasan media dan memperkuat kekuasaan eksekutifnya. Sampai saat ini, pernyataan Mamdani itu tetap menjadi perbincangan hangat, mengundang analisis dari banyak pengamat tentang bentuk kekuasaan dan demokrasi di era modern ini.
