PONTIANAK INFORMASI, INTERNASIONAL – Seorang pejabat tinggi Ukraina menuduh pemerintah Moskow terlibat dalam penggulingan presiden terpilih secara demokratis di Niger, menyebut dugaan keterlibatan Rusia sebagai “taktik standar” untuk menciptakan ketidakstabilan di wilayah tersebut.
Rabu lalu, Presiden Mohamed Bazoum dan pemerintahannya digulingkan oleh para pemimpin militer dalam kudeta militer ketujuh yang terjadi di Niger dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun.
Pada Selasa (1/8), Mykhailo Podolyak, penasihat presiden Ukraina, mengecam Moskow atas apa yang disebutnya sebagai peran mereka dalam pengambilalihan kekuasaan yang mengejutkan di Niger. Di media sosial Twitter, Podolyak menulis, “Sekarang sangat jelas bahwa Rusia berada di balik apa yang disebut ‘kudeta militer’ di Niger. Ini adalah taktik standar Rusia: untuk mengalihkan perhatian, memanfaatkan momen, dan memperluas konflik.”
Podolyak juga mengungkapkan keyakinannya bahwa Rusia memiliki skenario global untuk memprovokasi ketidakstabilan guna merusak tatanan keamanan dunia. Ia menambahkan, “Saatnya untuk menarik kesimpulan yang tepat: hanya dengan menyingkirkan klan [Presiden Rusia] Putin dan membuat Rusia mengalami kelahiran kembali secara politik yang dapat menjamin aturan dan stabilitas yang tidak dapat diganggu gugat bagi dunia.”
Namun, Kremlin menanggapi tuduhan tersebut dengan menyatakan keprihatinan serius atas situasi di Niger. Dalam panggilan telepon dengan para wartawan pada Senin (31/7), juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyerukan semua pihak di Niger untuk menahan diri dan kembali ke tatanan hukum secepatnya.
Pengamat juga menyoroti peran kontroversial kelompok militer bayaran Rusia, Wagner, yang telah beroperasi di banyak negara Afrika. Yevgeny Prigozhin, bos kelompok Wagner, disebut memiliki kepentingan yang luas di benua tersebut. Meski kelompok Wagner belum secara resmi mengklaim bertanggung jawab atas kudeta di Niger, Prigozhin telah memuji pengambilalihan militer tersebut. (ad)