PONTIANAK INFORMASI, PONTIANAK – Sejak berdirinya Indonesia pada 1945, para pendiri bangsa telah sepakat bahwa negeri ini berdiri di atas pondasi kokoh keberagaman yang memberi kesempatan setara bagi setiap orang dan kelompok dari berbagai latar belakang untuk memajukan negara-bangsa. Berdasarkan UUD 1945 telah diatur kesamaan dan kesetaraan berbagai hak yang dimiliki oleh semua orang dan kelompok di Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang plural, realitas mayoritas-minoritas tidak lebih dari data populasi. Data ini tidak bisa digunakan sebagai klaim superioritas politik suatu kelompok terhadap kelompok lainnya. Menyadari beragamnya tersebut para pendiri bangsa menyepakati Pancasila sebagai falsafah bangsa dan ideologi negara.
Dalam perjalanan politik di Indonesia, politik identitas kerap kali terjadi di sepanjang pemilihan umum. Berdasarkan hasil penelitian Andy Prima Sahalatua (2018) menemukan bahwa elit politik dan calon kepala daerah jelas secara sadar mengasuh dan mempermainkan politik identitas untuk kepentingan politik dan hegemoni kekuasaan. Hal ini berdampak pada realitas politik pada Pilgub DKI Jakarta 2017.
Politik identitas pada Pemilu 2019 sangat banyak dilakukan oleh oknum yang berkepentingan untuk memenangkan agenda politik tersebut. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan dengan sangat baik untuk menyebarkan isu politik identitas dan berita hoax yang mengesampingkan heterogenitas masyarakat Indonesia sehingga menyebabkan terpecah belahnya persatuan masyarakat hingga di tingkat akar rumput.
Berdasarkan hasil rilis Bawaslu RI pada tanggal 4 November tahun 2019 tentang data pelanggaran pemilu, setidaknya terdapat hasil penanganan pelanggaran pidana sebanyak 582 kasus dan pelanggaran hukum lainnya sebanyak 1.475 kasus. Data kasus pelanggaran tersebut menunjukkan banyak pelanggaran terhadap politik identitas. Hal tersebut menciptakan polarisasi yang sangat tajam di tengah masyarakat.
Pengalaman buruk pada pemilu 2019 menciptakan pengalaman yang sangat buruk bagi masyarakat Indonesia. Hingga kini masa kelam tersebut belum sepenuhnya sirna dan masih melekat di benak masyarakat. Sehingga menjadi perhatian kita bersama untuk mencegah politik identitas pada pemilu 2024 yang akan datang.
Ketua DPD GmnI Kalimantan Barat Cesar Marchello memprediksi politik identitas dapat menjadi tren pelanggaran yang semakin marak digunakan dalam pesta demokrasi. Cesar melihat faktor penyebab politik identitas yaitu adanya pemahaman yang belum tuntas soaI menjaga toleransi dan eksistensi tiap identitas dalam ruang politik di NKRI.
“Politik identitas dieksploitasi dan dikapitalisasi oleh elit seperti konsultan politik, anggota parpol, tim sukses, elit ormas dengan bentuk penyebaran isu, hoax dan politik identitas. Ini konsen kita bersama untuk mencegah hal tersebut.” Ujar Cesar Marchello.
Pria yang akrab dipanggil Cesar tersebut mengatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki beragam suku, budaya, dan agama, maka penyelenggara pemilu, aparat penegak hukum, mahasiswa dan masyarakat dituntut memiliki kepekaan sekaligus kapasitas mengelola segenap potensi konflik yang muncul dalam setiap pemilu.
“GMNI sebagai organisasi berlandaskan Nasionalisme tentu pastinya akan senantiasa menjaga dan menjunjung nilai nilai Pancasila guna mengkokohkan semangat Nasionalisme.” Tutup Cesar Marchello.
Sekretaris DPD GMNI Kalimantan Barat mengatakan bahwa menuju Pemilu 2024 mendatang sejak saat ini kampanye para calon telah menggunakan isu sara, politik identitas dan politik uang. Maka itu sebagai kaum Nasionalis kader GMNI Kalimantan Barat akan siap mengawal Pemilu 2024.
“Sudah saatnya aktor-aktor politik menghentikan kebiasaan lalu menempuh segala cara demi meraih tujuan. Sejarah sudah mencatat betapa besar daya rusak politik identitas. Kalau para pendiri bangsa berpuluh tahun silam bisa menyatukan segenap anak bangsa, kini menjadi kewajiban kita setiap warga negara untuk mempereratnya, bukan meruntuhkannya” Tutup Daniel Eko Setiabudi Sekretaris DPD GMNI Kalimantan Barat.
Berdasarkan rapat yang digelar oleh DPD GMNI Kalimantan Barat pada 18 Februari Tahun 2023 yang dihadiri oleh Dheova Ketua GMNI Pontianak, Ilham Ketua GMNI Kuburaya, Syarif Haikal Ketua GMNI Mempawah, Werudi Ketua GMNI Bengkayang, Yogi Ketua GMNI Sambas, Endang Ketua GMNI Ketapang, Arias Ketua GMNI Sintang, Ikhsan Ketua GMNI Melawi dan Anjelina Ketua GMNI Sekadau sepakat menolak politik identitas serta siap mengawal Pemilu 2024 mendatang. (rs)