PONTIANAK INFORMASI, LOKAL – Para aktor ekonomi kreatif kota sepakat menetapkan Kota Pontianak sebagai Kota Kuliner dalam Penilaian Mandiri Kabupaten/Kota Kreatif Indonesia (PMK3I). Fokus utamanya adalah budaya ngopi dan sajian pendukungnya.
Hasil itu merupakan mufakat bersama usai Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Rabu (29/8/2024) lalu, dan hasil uji petik tim PMK3I dari Kemenparekraf yang mengunjungi 21 lokasi selama dua hari pada 26-27 Agustus 2024 kemarin.
Kesepakatan sub sektor unggulan ekonomi kreatif itu dituangkan dalam berita acara Hasil Uji Petik Penilaian Mandiri Kabupaten/Kota Kreatif yang ditandatangani perwakilan Pemkot Pontianak, akademisi, pelaku ekraf, dunia usaha, dan perwakilan media massa di Aula Muis Amin Bappeda Pontianak, Kamis (29/8/2024).
Sebelumnya juga dilakukan pernyataan komitmen bersama oleh perwakilan pelaku ekraf dari sub sektor kuliner, seni pertunjukan, dan kriya.
Budaya ngopi Pontianak unik karena menjadi ruang bertemunya multi etnis dan menunjukkan wajah keberagaman. Dalam diskusi Rabu kemarin, mereka bersepakat menegaskan sajian kopi bersama kudapan yang mewakili kekayaan kuliner dari tiga etnis besar di Pontianak, yakni Melayu, Dayak dan Tionghoa.
Layaknya tarian Tidayu, kopi menyatukan kue-kue tersebut untuk dinikmati. Semuanya diletakkan dalam satu nampan. Filosofi ini diambil dari warung kopi atau coffee shop yang menjadi salah satu ruang publik tempat keberagaman Pontianak hidup.
Setiap warung kopi atau coffee shop dapat berinovasi sesuai dengan pakem tersebut. Paling memungkinkan adalah dengan paket minuman plus kudapan. Kopi andalan tetap dapat disajikan, ditambah kue khas tiga etnis. Sedangkan nampannya bisa dari kreasi produk kriya.
Kearifan ini sebenarnya sudah dipraktikkan kedai kopi kota. Beberapa pun menyediakan kudapan yang dapat diambil sendiri, sesuai keinginan konsumennya. Sehingga, tak sulit untuk mewujudkan ide tersebut.
Pj Wali Kota Pontianak Ani Sofian berterima kasih kepada seluruh aktor ekraf Pontianak yang membersamai proses ini dari awal hingga selesai. Apa yang menjadi kesepakatan, akan menjadi pedoman Pemkot Pontianak dalam pengembangan ekonomi kreatif ke depan.
“Kesepakatan bersama tentang sub sektor unggulan ini diharapkan bermanfaat bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” kata Ani Sofian.
Penetapan kuliner sebagai sub sektor ekonomi kreatif kota, bukan berarti mematikan sub sektor lain. Namun ini untuk menentukan fokus dan membawa sub sektor lain bisa saling mendukung.
“Apa yang dilakukan hari ini, juga upaya Pemkot Pontianak dalam mendukung Rencana Induk Pengembangan Kota Kreatif di Indonesia,” sebutnya.
Direktur Infrastruktur Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Oneng Setya Harini mengatakan kekuatan sub sektor kuliner Pontianak terletak pada ekosistem warung kopi. Meski daerah lain memiliki kopi dari hulu sampai ke hilir, mereka tak punya satu hal.
“Ada pembeda yakni bagaimana kopi menyatukan etnis di Pontianak, itu adalah kekuatannya. Di tempat lain kopi juga ada, bahkan dari hulu sampai hilir,” ucapnya.
Ekosistem tersebut adalah tak hanya soal konsumen, tapi juga para pekerjanya, dan penitipan kue yang menghidupkan UMKM sekitar.
“Pontianak resmi sudah masuk sebagai Kota Kreatif ke 82 di Indonesia,” katanya.
Forum sudah memilih sub sektor unggulan sebagai lokomotif pengembangan ekraf di Pontianak. Dia yakin lewat kuliner, sub sektor ekraf lainnya akan ikut berkembang. Tidak hanya di Indonesia, namun juga menjadi bagian dari kota kreatif dunia.
“Value dari warung kopi di Pontianak adalah kekuatan untuk mengangkat sub sektor lain. Baik kriya atau seni pertunjukan dapat saling kolaborasi sehingga dapat berkembang bersama,” imbuhnya.
Limin, pemilik Usaha Warung Kopi Aming yang juga menjadi objek penilaian Tim Uji Petik, mengatakan secara umum tim yang melakukan uji petik melihat sejauh mana kopi dan warung kopi memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Pontianak.
“Salah satu yang dinilai adalah banyaknya interaksi di warung kopi, apa dan siapa saja yang terlibat dalam usaha kopi, mulai dari industri rumahan atau home industry kuliner dan kue-kue tradisional, termasuk kesenian dalam menampilkan musik tradisional di warung kopi maupun kegiatan usaha lainnya yang terlibat dalam usaha warung kopi,” tuturnya.
Aming, sapaan akrab Limin, menuturkan keunikan Kopi Aming antara lain masih mempertahankan cara tradisional dalam penyeduhannya, biji kopi yang diolah juga dilakukan secara turun-temurun. Tak kalah pentingnya adalah interaksi para pengunjung dengan berbagai latar belakang etnis, agama dan profesi serta tingkat usia maupun gender yang terjadi di warung kopi,
“Semua berbaur di warung kopi dan berinteraksi di sana,” ungkapnya.
Tak hanya itu, warung kopi miliknya juga merangkul para pelaku usaha rumahan yang memproduksi kue-kue tradisional. Berbagai kue tradisional tersaji sebagai teman minum kopi. Kue-kue tersebut merupakan titipan dari para pembuat kue yang dijual di warung kopi Aming.
“Kami memberikan ruang bagi para pelaku usaha rumahan yang memproduksi kue-kue tradisional untuk dinikmati para pengunjung Warung Kopi Aming,” pungkasnya.