Berita Kalbar, PONTIANAK INFORMASI – Komisi II DPRD Kalbar meminta Pemerintah Kabupaten Mempawah agar mencabut izin operasional PT Peniti Sungai Purun atau PT PSP HPI Agro. Permintaan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Affandie, pada Kamis (30/6/2022).
Seperti dilansir dari Inside Pontianak, permintaan tegas itu disampaikan Komisi II DPRD Kalbar setelah gagasan mereka meminta PT PSP HPI Agro merevisi Memorandum of Understanding atau MoU plasma petani yang dihargai Rp 50 ribu per hektare tak dijalankan.
Imbasnya, rapat mediasi antara petani plasma dan PT PSP HPI Agro yang berlangsung pada Selasa (28/6/2022) pagi hingga sore pun buntu. Affandie mengungkapkan rapat tak ada hasilnya, tidak ada penyelesaian sama sekali.
“Hasil rapat dari sampai sore hari tidak ada penyelesaian sama sekali. Perusahaan menolak revisi MoU plasma petani,” katanya, dikutip dari Inside Pontianak (30/6).
Affandie menambahkan, Komisi II DPRD Kalbar sudah berusaha memediasi persoalan antara petani plasma dengan PT PSP HPI Agro. Namun, upaya tersebut gagal.
Dijelaskannya, mediasi itu semulanya diharapkan dapat menghasilkan win-win solution kedua belah pihak. Namun, dalam rapat mediasi PT PSP HPI Agro sama sekali tidak menunjukkan empati kepada para petani.
PT PSP HPI Agro disebut tak mau menekan kesepakatan penyelesaian dengan merevisi MoU yang telah mereka buat sebelumnya, yang jelas-jelas merugikan petani.
Affandie menambahkan, Komisi II DPRD Kalbar menyurati Pemkab Mempawah untuk menindaklanjuti hasil pertemuan mediasi tersebut. Pemkab Mempawah juga diminta untuk mencabut izin konsesi PT PSP HPI Agro, karena izin konsensinya berada di wilayah tersebut.
Komisi II DPRD Kalbar meminta agar Pemkab Mempawah membuat keputusan tegas. Harus berani membekukan izin konsesi lahan sawit PT PSP HPI Agro hingga waktu tertentu.
“Kita harus berani membela hak-hak masyarakat. Kalau memang masyarakat merasa dirugikan, itu bentuk pembelaan kita kepada petani plasma,” tambah Affandie.
Sebelumnya, seperti diberitakan Inside Pontianak, Komisi II DPRD Kalbar memanggil PT HPI Agro dan petani plasma pada Selasa (28/6/2022) pagi.
Pemanggilan itu dilakukan sebagai langkah mediasi petani dan perusahaan. Kemudian, pemanggilan juga sebagai respon aksi demonstrasi petani di gedung DPRD Kalbar terkait polemik pembayaran plasma yang diklaim petani tidak sesuai.
Koordinator lapangan petani plasma, Jailani mengatakan bahwa para petani merasa dicurangi PT PSP HPI Agro karena bagi hasil yang diberikan PT PSP HPI Agro kepada petani tidak adil.
Diketahui, para petani hanya dibayar rata-rata Rp 50 sampai Rp 80 ribu per satu hektar lahan. Jailani menyebut, kebijakan tersebut sudah berlangsung selama 12 tahun.
“Setelah ribut-ribut, kami mau ke sini (red, mengadu ke DPRD Kalbar) baru naik, Rp 173 per satu hektar,” katanya, pada Kamis (22/6/2022) lalu.
Jailani menambahkan, para petani sebelumnya memang memaklumi jika tahun keempat dan kelima perusahan masih membayar dengan harga rendah lantaran sawit belum berbuah. Namun, pada tahun ke 12 dan harga sawit mulai naik, seharusnya, perusahaan adil dalam membayar bagi hasil plasma.
Menurut dia, harusnya pemberian plasma menyesuaikan dengan harga pasaran sawitnya, namun kenyataannya tidak sama sekali
“Harusnya di atas Rp 500 ribu per hektare. Tapi kenaikan harga sawit tak berdampak kepada kami,” tutup Jailani.