PONTIANAK INFORMASI, NASIONAL – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) baru-baru ini mengeluarkan keputusan yang mengizinkan pernikahan beda agama.
Dua pasangan beda keyakinan tersebut masing-masing memeluk agama Islam dan Kristen.
Putusan PN Jakpus mengizinkan pernikahan beda agama didasarkan pada Undang-Undang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) serta alasan sosiologis yang menekankan keberagaman masyarakat.
“Heterogenitas penduduk Indonesia dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka sangat ironis bilamana perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang,” ucap hakim Bintang AL dari pertimbangan penetapannya seperti dikutip dari detikcom, Minggu (25/6/2023).
Dalam kasus ini, calon pengantin pria, JEA, adalah seorang Kristen, sedangkan calon pengantin wanita, SW, adalah seorang muslimah.
Setelah menjalin hubungan selama 10 tahun, mereka memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Upacara pernikahan mereka diadakan di sebuah gereja di Pamulang dengan kehadiran orang tua kedua mempelai. Namun, ketika mereka mencoba mendaftarkan pernikahan mereka di Dinas Catatan Sipil Jakarta Pusat, mereka menghadapi penolakan karena perbedaan agama. Oleh karena itu, mereka mengajukan permohonan ke PN Jakpus agar pernikahan mereka diakui dan dapat didaftarkan.
Dalam putusannya, hakim Bintang AL memberikan izin kepada pasangan tersebut untuk mencatatkan pernikahan beda agama mereka di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakpus.
Penetapan ini didasarkan pada Pasal 35 huruf a UU 23/2006 tentang Adminduk, serta mengacu pada putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/PDT/1986 yang mengabulkan permohonan kasasi tentang izin perkawinan beda agama.
Hakim Bintang AL juga menekankan bahwa perkawinan antar agama secara objektif sosiologis adalah hal yang wajar dan memungkinkan terjadi.
“Mengingat letak geografis Indonesia, heterogenitas penduduk Indonesia, dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka sangat ironis bilamana perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang,” kata hakim Bintang AL.
Sebelumnya, keputusan serupa juga telah diambil oleh berbagai pengadilan di Indonesia. Salah satunya adalah putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Agnes Hari Nugraheni, yang mengizinkan sepasang kekasih yang beragama Islam dan Katolik untuk menikah.
Dalam keputusannya, Agnes Hari Nugraheni menjelaskan bahwa hukum harus memberikan jalan keluar bagi masyarakat agar terhindar dari penyimpangan dalam kehidupan mereka. Dalam hal ini, agar seorang pria dan wanita tidak hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah (kumpul kebo) karena perbedaan agama.
“Hukum harus memberi jalan keluar terutama memberi perlindungan dan pengakuan status pribadi dan status hukum dalam setiap peristiwa penting yang dialami masyarakat, khususnya dalam hal perkawinan,” ujar Agnes Hari Nugraheni. (ad)