Surat Pemilihan Umum KPU (Foto: ANTARA FOTO/Siswowidodo)
PONTIANAK INFORMASI, Nasional – Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru-baru ini mengeluarkan kebijakan yang membuat sebagian dokumen persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjadi rahasia, termasuk dokumen ijazah. Langkah ini memicu pertanyaan dari berbagai pihak, terutama anggota DPR. Salah satunya adalah Ahmad Doli Kurnia dari Fraksi Golkar yang mempertanyakan urgensi kebijakan tersebut mengingat pemilihan presiden berikutnya masih akan berlangsung dalam empat tahun ke depan.
Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan keheranannya soal keputusan KPU yang menyembunyikan dokumen-dokumen penting capres dan cawapres tersebut. “Tentu saja kami mempertanyakan pentingnya hal ini. Mengapa tiba-tiba KPU mengeluarkan PKPU? Sebenarnya, pemilu presiden untuk tahun 2024 sudah selesai, dan pemilu berikutnya baru akan berlangsung pada tahun 2029. Oleh karena itu, dari segi urgensi, ini perlu dipertanyakan. Kenapa ada PKPU tentang pemilu presiden padahal masih ada waktu empat tahun?” ujarnya kepada wartawan pada Selasa (16/9/2025).
Doli menambahkan jika KPU hendak mengeluarkan regulasi atau kebijakan baru seharusnya dilakukan dengan berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR dan pemerintah. Menurutnya, 16 dokumen yang kini disembunyikan itu tidaklah bersifat rahasia dan seharusnya bisa diakses publik.
Selain itu, Doli menegaskan bahwa informasi dasar seperti latar belakang pendidikan, catatan hukum, dan kelakuan baik calon merupakan hal yang penting diketahui oleh masyarakat sebagai pemilih. “Soal kemudian berkelakuan baik, terus kemudian soal tidak pernah menjalani masa hukuman, kemudian lulusnya ijazahnya, itu kan standar-standar informasi bagi seorang warga negara yang sebetulnya tadi saya katakan tidak classified gitu loh, tidak menjadi sesuatu yang harus disembunyi-sembunyikan gitu,” tambahnya.
Menurutnya, keterbukaan informasi terkait dokumen capres membantu masyarakat mengenal latar belakang para pemimpin yang akan dipilih sehingga dapat menentukan pilihan secara lebih transparan. Kebijakan KPU dianggap kurang sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang harus dijunjung dalam proses demokrasi.
Meski demikian, KPU melalui keputusan mereka menyatakan ada alasan tertentu yang membuat dokumen tersebut harus disembunyikan sementara, meski penjelasan rinci belum disampaikan ke publik. Keputusan ini tetap menimbulkan polemik dan mendorong diskusi lebih luas di kalangan politik dan masyarakat.
Kasus ini menjadi perhatian penting menjelang Pemilu yang masih cukup lama waktunya, yang menunjukkan pentingnya mekanisme pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan lembaga penyelenggara pemilu agar hak publik mendapatkan informasi yang jelas dan sesuai prinsip demokrasi tetap terjaga.
