Berita Nasional, PONTIANAK INFORMASI – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan bahwa moderasi beragama merupakan salah satu solusi terbaik saat ini dalam mengantisipasi potensi konflik di negara yang memiliki keragaman seperti Indonesia. Hal ini disampaikannya saat menjadi keynote pada acara International Conference On Religiuous Moderation (ICROM) secara Hybrid di Jakarta Rabu (27/7/2022).
Dalam acara yang bertemakan “Religious Moderation In The Digital Space” itu, Menag menyampaikan bahwa sebagai negara multikultural dan multireligius, Indonesia selama ini terbukti mampu menjaga kerukunannya. Menag mengatakan masyarakat Indonesia yang penuh warna, masih bisa mengikatkan diri pada kesatuan dalam keragaman.
“Di Indonesia, keberagaman suku, ras, agama dan kepercayaan, tidak menciptakan perpecahan tetapi menjadi mozaik yang saling melengkapi. Begitu juga sebagai negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau dengan ratusan pemerintahan administratif, Indonesia tetap kokoh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Menag, dikutip dari laman Kemenag RI (27/7).
Meski demikian, Menag mengingatkan bahwa kesadaran akan pentingnya menjaga kerukunan di tengah kondisi damai ini tetap harus ditingkatkan lantaran potensi konflik di negara yang beraneka ragam itu selalu ada.
“Di beberapa daerah, masih ada gesekan atau bahkan konflik. Ada juga penolakan terhadap minoritas,” ujarnya.
Menag menambahkan, terlihat belakangan ini ada juga sebagian orang yang melakukan interpretasi ajaran lalu merasa paling benar. Menang menuturkan mereka mengklaim kebenaran yang dipahaminya sebagai yang paling benar, lalu menyalahkan orang lain.
Kemudian, hingga saat ini masih ada juga sekelompok orang yang bermasalah dalam komitmen kenegaraan.
Menurut Menag, revolusi teknologi informasi juga membuat masa inkubasi potensi konflik menjadi lebih pendek dan lebih cepat. Penularan ujaran kebencian misalnya, bisa menjadi viral dalam hitungan detik.
Dicontohkannya, satu kasus di desa terpencil, dalam hitungan detik bisa menyebar dan membakar emosi orang-orang di pelosok negeri.
“Media sosial sebagai media komunikasi ternyata juga menjadi akselerator. Oleh sebab itu kita perlu semakin sadar bahwa dunia digital butuh literasi digital, agar kehidupan beragama di Indonesia tidak terpengaruh situasi distrubsi ini,” lanjut Menag.
Diketahui, sekarang ini banyak negara menghadapi masalah yang sama dalam kehidupan beragama, seperti ekstremisme dan populisme. Masalah lainnya kekerasan dan/atau konflik agama yang membutuhkan pendekatan moderat.
Menurut Menag, Indonesia perlu mengembangkan moderasi beragama secara lahiriah, lalu mengekspornya ke dunia, sambil terus melakukan penguatan internal.
Terkait masalah tersebut, ada tiga hal yang menurut Menag harus dilakukan, yakni:
- Memperkuat konsep pemahaman keagamaan yang moderat dan menuliskannya secara lebih komprehensif dan terstruktur, sehingga mudah dipahami oleh siapa saja.
- Mencoba menerapkan konsep tersebut pada kasus nyata, sehingga kekuatan dan kelemahannya dapat diketahui lebih awal.
- Konsep pemahaman keagamaan yang moderat di Indonesia harus dikonstruksi secara inklusif, sehingga secara otomatis nilai-nilainya dapat diterima dalam kondisi dan negara apapun.
“Sekali lagi, ini adalah pekerjaan rumah besar bagi akademisi, universitas, dan lainnya untuk melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut, serta untuk mempromosikan atau mengekspornya ke dunia,” tutup Menag.