Kyai Imin (Foto : Istimewa)
PONTIANAK INFORMASI, Nasional – Perdana Menteri Malaysia, Datuk Anwar Ibrahim, secara langsung menawarkan Kiai Imim atau yang akrab disapa Yai Imin untuk pindah dan menjadi warga negara Malaysia. Hal ini diungkapkan oleh Yai Imin sendiri dalam sebuah pernyataan yang dilansir dari kanal YouTube Intens Investigasi.
Yai Imin menirukan percakapannya dengan Anwar Ibrahim, “Kemarin saya ditawari Perdana Menteri Datuk Anwar Ibrahim, ‘hei, Yai Mim tinggal sini aja. Ngapain, aku cinta Indonesia’.” Namun, meskipun mendapatkan tawaran yang mengejutkan tersebut, Yai Imin memilih untuk tetap setia dengan kewarganegaraannya di Indonesia.
Dalam beberapa kesempatan, Yai Imin juga mengaku sering bolak-balik ke Malaysia untuk menghadiri agenda kumpul ulama yang diadakan setiap tahun. “Saya sering ke Malaysia untuk menemui ada kumpul-kumpul ulama setiap tahun, ada agenda di sana. Biasanya, kami dari raja-raja itu dikasih hadiah termasuk dari Perdana Menterinya. Dari Gubernur Kelantan pasti dikasih,” tambahnya.
Tawaran pindah kewarganegaraan tersebut diberikan di tengah ketegangan yang dialami Yai Imin di lingkungan tempat tinggalnya di Indonesia. Setelah diusir dari lingkungan tempat ia tinggal, Yai Imin memilih untuk mengurus suaka politik ke Australia sebagai alternatif pilihan daripada meninggalkan Indonesia untuk menjadi warga negara Malaysia.
“Jadi gini, enggak peduli sekarang ini. Pak RT monggo, mau Pak Sofyan disuruh parkir di depan musala, mau parkir di depan rumah monggo, di pinggiran jalan monggo, karena saya sudah diusir dan sebentar lagi saya akan mengurus suaka politik ke Australia,” ujar Yai Imin dengan tegas.
Perdana Menteri Malaysia Datuk Anwar Ibrahim sendiri masih aktif menjalankan tugasnya di pemerintahan Malaysia, dan penawaran kepada Yai Imin ini menunjukkan sikap diplomatis sekaligus perhatian terhadap tokoh agama tersebut. Namun, keputusan Yai Imin untuk menolak pindah kewarganegaraan dan memilih suaka politik menjadi sorotan tersendiri di kalangan masyarakat dan media.
Situasi ini menjadi perhatian publik karena melibatkan tokoh keagamaan dan hubungan bilateral antara Malaysia dan Indonesia, terutama dalam konteks isu kewarganegaraan dan perlindungan politik. Keputusan Yai Imin dipandang sebagai bentuk sikap kuat mempertahankan identitas dan haknya sebagai warga negara Indonesia.
