PIFA, Lokal – Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menyoroti hambatan birokrasi yang dinilainya menjadi penyebab banyak calon pekerja migran Indonesia (PMI) memilih jalur ilegal untuk bekerja ke luar negeri. Hal ini ia sampaikan saat memberikan arahan di Pontianak, Jumat (20/6/25).
Menurut Karding, sistem pelayanan penempatan PMI saat ini berbelit, prosedur yang begitu panjang, dan sarat pungutan, sehingga membuat masyarakat enggan mengikuti jalur resmi. Padahal, peluang kerja di luar negeri sangat terbuka lebar.
“Kami kementerian menyadari jangan-jangan mereka ini berangkat secara non-prosedural karena kita terlalu panjang pelayanannya. Terlalu ribet pelayanannya. Terlalu banyak pungutan,” ujarnya saat memberikan arahan di Pontianak, Jumat (20/6/25).
Karding menyebutkan pemerintah sebenarnya sudah membentuk berbagai mekanisme perlindungan, termasuk Dirjen Perlindungan dan kerja sama lintas kementerian untuk mencegah keberangkatan non-prosedural dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Namun, praktik pemberangkatan ilegal tetap terjadi karena saya nilai pelayanan saat ini masih sangat menyulitkan,”
Lebih lanjut Karding menjelaskan, saat ini permintaan tenaga kerja dari luar negeri mencapai 1,7 juta orang. Namun, Indonesia baru mampu mengisi sekitar 297 ribu posisi. Artinya, terdapat sekitar 1,4 juta peluang kerja yang belum dimanfaatkan optimal, padahal di dalam negeri angka pengangguran dan kemiskinan masih tinggi.
“Permintaan job order dari luar negeri kepada kami itu ada 1,7 juta. Yang kami bisa isi baru 297 ribu. Berarti job order masih ada 1,4 juta yang tidak terpakai. Sementara orang teriak, kami susah cari kerja. Banyak pengangguran. Sebenarnya kementerian ini jadi solusi,” tegasnya.
