PONTIANAK INFORMASI, SEKADAU – Kepolisian Resor (Polres) Sekadau diminta untuk mengusut tuntas kasus penyekapan yang terjadi di PT BSL, meski enam orang yakni M, MA, S, R, AG, dan AT, yang terdiri dari asisten, satpam, askep, hingga mandor sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Setelah terbongkarnya kasus penyekapan, sejumlah buruh lainnya meminta bantuan evakuasi dari perusahaan, mayoritas di antaranya berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Ketua Flobamora (Paguyuban) Kabupaten Sekadau, Paulus M K Manehat, mengungkapkan bahwa pihaknya mendukung langkah kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut agar semua kejadian ini terang benderang.
“Proses harus dilakukan sesegera mungkin, dan kita sangat prihatin atas kasus tersebut,” katanya Jumat.
Menurut Manehat, beberapa warga NTT yang dievakuasi termasuk anak kecil, perempuan, dan ibu hamil. Paguyuban Flobamora telah mengunjungi keluarga mereka di Polres Sekadau.
Manehat juga berharap agar kasus serupa tidak terulang lagi. Meski tidak ada laporan warga NTT yang dianiaya secara fisik, namun mereka juga turut menjadi korban dari janji-janji palsu perusahaan, yang memikat mereka dengan tawaran pekerjaan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
“Ini yang menjadi tuntutan mereka,” tegas Manehat.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Jawa Kalimantan Barat (PJKB) Kabupaten Sekadau, Muhamdi juga mengungkapkan hal senada. Dia menyesalkan peristiwa di PT BSL terjadi. Dirinya menyebut kejadian tersebut sebagai pelanggaran terhadap kemanusiaan.
“Apa pun bentuk kesalahan seseorang, kita adalah negara hukum yang harus diproses hukum, bukan ditindak semena-mena,” ujar Muhamdi.
Muhamdi sependapat dengan Flobamora agar kasus tersebut diusut secara tuntas. Dia menekankan bahwa tindakan kekerasan tidak dibenarkan dan hukum harus ditegakkan secara adil. Masyarakat diingatkan untuk mendukung proses hukum yang transparan agar dapat diambil hikmahnya sebagai pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan lain dan tenaga kerja.
“Tenaga kerja ketika masuk ke sebuah perusahaan harus genah. MoU dan perjanjiannya harus jelas, dan semua pihak harus menaati perjanjian yang telah ditandatangani,” tambah Muhamdi.
Dia juga menekankan perlunya proses hukum yang dilakukan secara cepat dan transparan untuk memberikan kepastian hukum, terutama bagi para korban. (ad)