PONTIANAK INFORMASI, NASIONAL – Salah seorang akademisi di Jakarta mengungkapkan bahwa usulan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) 1444 H/2023 M yang naik sebesar Rp 69.193.733,60 per jemaah adalah hal yang rasional dan tepat. Kenaikan tersebut hampir dua kali lipat dibandingkan dengan Bipih 2022 M yang rerata berada pada kisaran Rp39 juta.
Menurut Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Asep Saipudin Jahar, usulan kenaikan Bipih yang rasional dan tepat itu sebagai upaya menghindari jebakan skema ponzi.
Asep Saipudin menjelaskan bahwa pemberian nilai manfaat (NM) dana jamaah haji dari tahun ke tahun terus meningkat dan mengkhawatirkan keberlangsungannya. Misalnya, pada tahun 2010, nilai manfaat yang diberikan hanya Rp4,5 juta, sementara tahun 2014 sudah mencapai Rp19,24 juta.
“Ini mustahil. Inilah yang menjadi kekhawatirannya sehingga kecenderungan skema ponzi dalam penggunaan nilai manfaat dana haji,” ungkap dia dalam keterangan persnya di Jakarta kemarin, seperti dikutip dari laman Kemenag.
Sebagai informasi, Bipih merupakan sejumlah uang yang harus dibayar oleh warga negara yang akan menunaikan Ibadah Haji. Bipih jadi salah satu komponen dari Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Adapun komponen pembiayaan lainnya bersumber dari nilai manfaat. Yaitu, dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan/atau investasi.
Pengembangan keuangan ini dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Lebih Lanjut Asep Saipudin menambahkan, tak ada alasan apapun yang dapat membenarkan skema Ponzi, karena ada unsur ketidakadilan dan berbahaya untuk jangka panjang.
Asep juga menegaskan penyesuaian komposisi Bipih dan Nilai Manfaat dalam BPIH menjadi penting. Sehingga, biaya untuk berhaji dapat lebih berkeadilan dan proporsional.
Pembina Lazisnu Tangsel itu menambahkan, kasus yang menimpa calon jemaah umrah First Travel tidak boleh terulang lagi. Harga murah yang ditawarkan First Travel, kata Lulusan McGill University dan Universitas Leipzig Jerman ini, ternyata karena perusahaan mempraktikkan skema Ponzi dalam pengaturan uang jemaahnya. (yd)