DOK. Kementerian PANRB
PONTIANAK INFORMASI, Nasional – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mengesahkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang memunculkan peringatan darurat dari berbagai elemen masyarakat sipil. Pengesahan itu dilakukan meski banyak kritik datang dari kalangan pengamat hukum, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil yang menilai terdapat sejumlah pasal bermasalah dalam revisi tersebut.
Dilansir dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP, mereka menegaskan bahwa “Semua Bisa Dijebak Aparat” karena adanya pasal karet dan peluang penyalahgunaan wewenang yang melebar di dalam revisi KUHAP tersebut. Koalisi ini menyoroti Pasal 5 RUU KUHAP yang memberi wewenang aparat melakukan penangkapan dan penahanan bahkan di tahap penyelidikan yang belum pasti ada tindak pidana.
Selain itu, kontroversi lain muncul akibat prosedur penggeledahan, penyitaan, penyadapan, dan pemblokiran yang bisa dilakukan aparat tanpa izin hakim, yang dapat menimbulkan praktik sewenang-wenang. Koalisi tersebut mengingatkan bahwa “Semua Bisa Kena Tangkap-Tahan Sewenang-Wenang Tanpa Izin Hakim” yang membuka ruang untuk pelanggaran hak asasi manusia.
Pemerintah dan DPR dianggap terburu-buru mensahkan RUU KUHAP ini tanpa memperhatikan kelengkapan regulasi pendukung, sehingga ada potensi kekacauan dalam pelaksanaan hukum yang baru. Proses pembahasan yang hanya berlangsung dua hari dinilai tidak memberikan kesempatan yang cukup untuk menampung kritik dan masukan yang konstruktif.
Koalisi Masyarakat Sipil juga menyerukan agar Presiden menarik draf revisi KUHAP dan proses pembahasannya dihentikan untuk dibahas ulang secara lebih komprehensif. Mereka mengingatkan bahwa “RUU KUHAP berlaku tanpa masa transisi, langsung mengikat jutaan aparat dan warga tanpa kesiapan infrastruktur dan pengetahuan mulai 2 Januari 2026.”
Walaupun banyak penolakan, DPR masih berencana mengesahkan revisi KUHAP ini dalam rapat paripurna mendatang. Koalisi dan sejumlah kelompok kritikus berharap adanya revisi substansial agar KUHAP dapat benar-benar menjadi instrumen hukum yang adil dan melindungi hak-hak warga negara, bukan malah melemahkan perlindungan hukum terhadap masyarakat.
