
(Foto: Getty Images/iStockphoto/Petrovich9)
PONTIANAK INFORMASI, Internasional – Gempa bumi kuat bermagnitudo 7,4 mengguncang lepas pantai provinsi Davao Oriental pada Jumat (10/10/2025) waktu setempat, diikuti oleh gempa susulan yang sangat kuat berkekuatan Magnitudo 6,9. Peristiwa gempa “kembar” ini telah memakan korban jiwa dan menyebabkan kerusakan signifikan pada infrastruktur di wilayah dekat episentrum. Laporan terkini menyebutkan sedikitnya tujuh orang tewas akibat guncangan dahsyat ini.
Laporan awal menyebutkan bahwa gempa pertama terjadi sekitar 20 kilometer dari Manay, Davao Oriental, pada kedalaman dangkal yang memicu peringatan tsunami. Otoritas Filipina (PHIVOLCS) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia sempat mengeluarkan peringatan dini tsunami. Gelombang tsunami minor setinggi 5-17 sentimeter dilaporkan terpantau di beberapa wilayah pesisir Indonesia, termasuk Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Berdasarkan keterangan dari BMKG, yang dilansir dari Antara News, sistem deteksi tsunami Indonesia bekerja efektif merespons gempa Laut Filipina.
Presiden Ferdinand Marcos Jr. segera menginstruksikan instansi terkait untuk memulai operasi evakuasi di wilayah pesisir sebagai tindakan pencegahan. Guncangan kuat tersebut menyebabkan kepanikan meluas. Pasien di sejumlah rumah sakit di Davao Oriental. Berdasarkan keterangan Gubernur Nelson Dayanghirang, segera dievakuasi sementara pihak berwenang memeriksa integritas struktural bangunan setempat. Kerusakan bangunan juga dilaporkan terjadi di kota-kota yang paling dekat dengan pusat gempa.
Tragedi ini semakin diperburuk oleh fakta bahwa tiga dari korban tewas adalah penambang emas yang sedang bekerja di lokasi terpencil saat gempa terjadi. Mereka tertimpa reruntuhan atau longsoran. Guncangan yang dirasakan selama 30 hingga 40 detik ini dianggap sebagai yang terkuat dirasakan oleh banyak penduduk setempat dalam beberapa tahun. Richie Diuyen, pejabat penanggulangan bencana di Manay, seperti dikutip dilansir dari Kontan.co.id, mengungkapkan, “Saya sudah berusia 46 tahun, tapi ini gempa terkuat yang pernah saya rasakan.”
Filipina, yang terletak di “Cincin Api” Pasifik yang sangat rawan gempa, memang sering mengalami aktivitas seismik. Gempa bumi ini terjadi hanya sekitar dua minggu setelah gempa berkekuatan Magnitudo 6,9 melanda pulau Cebu yang lebih jauh ke utara, menewaskan puluhan orang dan menjadikannya gempa paling mematikan di negara itu dalam lebih dari satu dekade terakhir. Aktivitas lempeng tektonik yang intens di bawah Laut Filipina merupakan penyebab utama kerentanan ini.
Meskipun peringatan tsunami untuk Filipina dan Indonesia telah dicabut oleh otoritas terkait setelah observasi menunjukkan gelombang tidak mencapai ketinggian yang destruktif, otoritas mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan gempa susulan. Institut Vulkanologi dan Seismologi Filipina (PHIVOLCS) mencatat ratusan gempa susulan telah terekam dalam satu jam setelah guncangan utama, meningkatkan risiko kerusakan lebih lanjut pada struktur yang sudah rapuh.
Pemerintah Filipina kini fokus pada operasi pencarian dan penyelamatan serta penyaluran bantuan kepada korban. Presiden Marcos Jr. juga mengimbau warga untuk tetap berada di dataran tinggi dan menjauhi garis pantai hingga situasi benar-benar dinyatakan aman. Upaya mitigasi dan kesiapan bencana terus menjadi prioritas utama di negara kepulauan ini untuk menghadapi ancaman gempa bumi dan tsunami yang berkelanjutan.