
Serangan militer Israel di Jalur Gaza telah berlanjut untuk hari keempat saat pasukan daratnya menyerbu Gaza utara dan selatan dan menteri pertahanan Israel mengancam akan merebut tanah di daerah kantong pantai tersebut. (Foto : Reuters)
PONTIANAK INFORMASI, Internasional – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikeras untuk mengambil alih kendali penuh wilayah Jalur Gaza demi menghancurkan kelompok Hamas yang menguasai wilayah tersebut. Netanyahu menyatakan rencana ini sebagai bagian dari upaya menyelesaikan konflik dan membebaskan penduduk Gaza dari pengaruh Hamas, sambil memastikan keamanan Israel terjaga.
Dalam wawancara dengan Fox News yang dilansir Reuters, Netanyahu menegaskan, “Kami bermaksud… menyingkirkan Hamas, memungkinkan penduduk Gaza terbebas, dan menyerahkannya kepada pemerintahan sipil yang bukan Hamas, dan bukan siapa pun yang menganjurkan penghancuran Israel”.
Melalui rapat kabinet keamanan Israel yang dilaporkan CNN, keputusan untuk melakukan penaklukan penuh Gaza telah dipastikan, bahkan Netanyahu mengancam akan mencopot pejabat yang tidak mendukung rencana tersebut. Seorang pejabat menyebutkan, “Keputusan sudah bulat, kami akan melakukan penaklukan penuh. Jika Kepala Staf tak setuju, dia harus mundur”. Langkah ini sekaligus memperluas operasi militer sambil berupaya menyelamatkan sandera Israel yang masih ada di Gaza.
Meskipun bertujuan membebaskan Gaza, Netanyahu menegaskan bahwa Israel tidak akan memerintah wilayah itu secara langsung. “Kami tidak ingin mempertahankannya. Kami ingin memiliki perimeter keamanan,” katanya, menambahkan niat untuk menyerahkan pengelolaan wilayah tersebut kepada “pasukan Arab” yang dianggap mampu memerintah dengan baik tanpa mengancam Israel. Namun, definisi pasukan Arab ini belum dijelaskan secara jelas oleh Netanyahu.
Rencana penaklukan ini telah mengundang kecaman dari berbagai pihak internasional karena dikhawatirkan akan memperburuk kondisi kemanusiaan penduduk Gaza dan memperpanjang penderitaan warga sipil.
PBB juga memperingatkan bahwa perluasan militer Israel di Gaza bisa menimbulkan konsekuensi buruk bagi warga Palestina dan sandera yang masih ada. Namun, Netanyahu dan kabinetnya tetap bersikukuh bahwa operasi ini penting demi mengakhiri perang dan menyelamatkan sandera.
Kabinet keamanan Israel telah menetapkan lima prinsip utama untuk mengakhiri perang, yaitu pelucutan senjata Hamas, pemulangan semua sandera yang masih hidup maupun yang meninggal, demiliterisasi wilayah Gaza, kontrol keamanan Israel di Gaza, dan pembentukan pemerintahan sipil alternatif yang bukan dari Hamas maupun Otoritas Palestina.
Sebagai langkah awal, pasukan Israel berencana mengambil alih Kota Gaza dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada penduduk sipil yang berada di luar zona konflik. Keputusan ini juga mengatur waktu evakuasi penduduk dengan batas hingga Oktober 2025, sebelum serangan darat dilancarkan secara penuh untuk menyingkirkan sisa-sisa Hamas di kota tersebut.
Netanyahu menegaskan bahwa tujuan utama dari langkah ini adalah membebaskan Gaza dari kendali kelompok yang dianggap teroris dan membangun keamanan yang berkelanjutan di wilayah perbatasan Israel.