PONTIANAK INFORMASI, LOKAL – Sebanyak 8 pemuda yang berasal dari Kota Pontianak diduga menjadi korban perdagangan orang (Human Trafficking) pada 19 Oktober 2022 lalu.
Kini kasus human trafficking ini terulang kembali dengan orang yang berbeda yang semuanya juga berdomisili di kota Pontianak. Namun lebih miris lagi korban trafficking ini yang jumlahnya cukup banyak mencapai 8 orang ini diperlakukan tidak manusiawi disertai dengan ancaman akan dibunuh.
Dari pengakuan dua ibu korban trafficking masing-masing Natura dan Zaitun kepada awak media dalam keterangan pers melalui penasehat hukumnya Agustiawan, SH pada Sabtu (3/12) malam, ada 8 Pemuda warga Kota Pontianak termasuk 2 anak mereka menjadi korban perdagangan orang (human trafficking).
Sampai saat ini ke-8 orang korban pemuda tersebut kini nasibnya masih belum jelas alias terkatung katung karena masih di negara orang lain di Thailand.
Agustiawan, SH dalam keterangannya persnya mengungkapkan ke-8 korban trafficking diduga korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ini sebelumnya saat di Pontianak didatangi seseorang yang mengaku sebagai agen perekrut pekerja yang bisa memperkerjakan mereka di negara Thailand.
“Mereka diiming-imingi dengan gaji yang cukup menggiurkan yaitu sebesar Rp 12 juta perbulannya,” jelas Agus-panggilan akrab Agustiawan, SH.
Agus menambahkan, mereka ditawari pekerjaan sebagai karyawan swalayan di negara Laos dengan gaji 12 juta. Namun ternyata mereka dipekerjakan sebagai scamer online investasi bodong di Laos.
“Kemudian dalam proses pekerjaannya bila tidak mencapai target, para pekerja tidak diberi makan serta mendapatkan berbagai perlakuan tidak manusiawi,” papar Agus lagi.
Agus mengungkapkan ke-8 warga Kalbar yang diberangkatkan ke Laos tersebut terjadi pada tanggal 19 Oktober 2022.
Menurut Agus karena iming-iming gaji yang cukup besar tersebut, ke-8 pemuda tersebutpun bersedia dipekerjakan di minimarket seperti yang dijanjikan oleh agen yang merekrut mereka.
“Namun apa yang dijanjikan oleh agen tersebut ternyata bohong belaka. Mereka ternyata hanya dipekerjakan sebagai scamer investasi bodong,” ungkap Agus.
Sementara itu dua ibu korban dari diantara 8 pemuda tersebut dengan menangis terseduh seduh minta kepada pemerintah agar anaknya termasuk korban lainnya di pulangkan ke Pontianak dalam keadaan sehat.
“Saya takut anak saya di apa apakan di negara orang lain di sana,” ungkap ibu korban Natura dan Zaitun.
“Dalam proses perekrutan oleh agen, para korban trafficking diarahkan ke Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas sambil menunggu proses pembuatan pasport. Setelah paspor selesai mereka menuju Malaysia melalui perbatasan Aruk,” imbuh Zaitun yang didampingi penasehat hukumnya Agustiawan, SH.
“Dari Kuching, Malaysia mereka terbang ke Kuala Lumpur (KL), kemudian dari KL mereka lalu diterbangkan menuju Laos,” timpal Agustiawan, SH.
“Dari Kota Changrai Laos mereka melalui perjalanan darat, lalu menyeberangi sungai ke lokasi di Provinsi Bokeo Laos dan disana mereka bertemu agen di wilayah Laos. Kemudian di sanalah ke 8 warga negara Indonesia asal Pontianak korban trafficking tersebut dipekerjakan sebagai scamer dan diperlakukan tidak manusiawi, kalau tidak mencapai target mereka mendapat siksaan, dan tidak diberi makan,” jelas Agus.
Agus juga memberi bocoran di lokasi tempat bekerja itu, terdapat sekira 80 warga Indonesia lainnya yang berasal dari berbagai provinsi, dan diketahui sementara yang berasal dari Kalbar berjumlah 12 orang.
Kedelapan korban WNI asal Pontianak korban trafficking ini menurut Agus sudah mengadukan nasibnya kepihak keluarga mereka di Pontianak.
“Pihak keluarga sudah mengambil sikap dengan meminta bantuan ke kementerian luar negeri dan KBRI Laos, namun sampai saat ini pihak keluarga masih kesulitan untuk memulangkan keluarga mereka karena kesulitan biaya dan administrasi,” ungkap Agus lagi.
Agus menjelaskan ke 8 pemuda tersebut kini sudah berada di Thailand dengan biaya sendiri dari keluarga yang ada di Pontianak yang membantunya.
Namun, sambung Agus, untuk memulangkan mereka dari Thailand ke Indonesia dalam hal ini Pontianak pihak keluarga sudah tidak mampu lagi membantunya karena ketiadaan biaya.
“Biaya pulang dari Thailand ke Indonesia cukup besar.ungkap Agus lagi. Pihak agen telah memberi mereka keringanan membiarkan mereka pulang, dengan syarat biaya sendiri,” ujar Agus.
Agus menjelaskan lagi, pihak agen mengancam mereka jangan melaporkan hal ini ke KBRI Laos.
“Bila melapor nyawa mereka terancam jadi taruhannya. Jadi mereka berinisiatif ke Thailand menuju KBRI Bangkok, karena posisi 8 orang ini, saat ini lebih dekat ke Thailand daripada ke KBRI Laos,” jelas Agus lagi.
Agus juga mengungkapkan dari 8 pemuda korban trafficking ini, 4 orang yang diketahui posisinya berada di Thailand, belum diketahui nasibnya sampai saat ini. Sebab mereka dijual ke agen lain. (RS)