PONTIANAKINFORMASI.CO.ID, PONTIANAK – Kuasa hukum dari ahli waris tanah di Jalan Perintis Kemerdekaan, Pontianak, yang tergabung dalam organisasi Formasi Indonesia Satu (FIS), mengungkap dugaan manipulasi dokumen dalam penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) yang kini dikuasai oleh Dana Pensiun (Dapen) Bank Kalbar. Dalam pernyataan resmi, Kepala Deputi Hukum dan Perundang-undangan DPP FIS, Aditya Chaniago, menyebut pihaknya akan menempuh jalur hukum perdata dan pidana untuk memperjuangkan hak kliennya yang telah terabaikan selama lebih dari empat dekade.
“Kami adalah kuasa hukum ahli waris dari tanah di Jalan Perintis Kemerdekaan yang saat ini telah diterbitkan SHGB atas nama Dapen Bank Kalbar. Tanah ini selama 40 tahun tidak dapat dikuasai atau dimanfaatkan oleh ahli waris karena adanya dugaan penerbitan sertifikat bermasalah,” kata Aditya dalam konferensi pers yang digelar di Solo.
Menurut Aditya, dasar alas hak yang digunakan dalam penerbitan sertifikat nomor 46 terbukti palsu berdasarkan hasil laboratorium forensik. Dokumen tersebut diketahui menggunakan Akta Jual Beli (AJB) yang dipalsukan oleh pihak berinisial SM. Padahal, tanah seluas lebih dari empat hektare tersebut sejatinya milik Syarif Zein yang memberikan kuasa kepada SM hanya untuk pengurusan administratif.
Di tempat yang sama, Debby Yasman Adiputra, Deputi Hukum FIS, menjelaskan lebih lanjut bahwa setelah sertifikat 46 diterbitkan atas dasar AJB palsu, tanah tersebut dijual ke dua eks petinggi Bank Kalbar. Tanah ini kemudian dijual ke Dapen Bank Kalbar pada tahun 2021.
“Tanah itu kemudian dijual ke Dapen Bank Kalbar setelah dilakukan pemecahan sertifikat dan penurunan hak menjadi SHGB,” ujarnya.
Menurut tim hukum, penerbitan SHGB 107 atas nama Dapen dilakukan ketika status dokumen-dokumen sertifikan nomor 46 masih berada dalam penyitaan penyidik, sehingga menimbulkan pertanyaan besar tentang keabsahan prosedur tersebut.
“Dalam penerbitan SHGB tersebut, situasi saat itu, dokumen-dokumen terhadap sertifikat nomor 46 tahun 1983 itu statusnya dalam sita penyidik. Tanpa diketahui asal-muasalnya, tiba-tiba muncul SHGB 107 atas nama Dana Pensiun Bank Kalbar,” kata Aditya.
Tim hukum ahli waris mengaku telah menempuh berbagai upaya, termasuk membuat aduan ke Polresta Pontianak sejak tahun 2022. Hingga kini prosesnya masih berjalan. Mereka juga menyebut bahwa penyidikan terhadap pemalsuan dokumen sempat dihentikan karena pelaku utama, SM, telah meninggal dunia. Meski demikian, mereka menilai kasus belum selesai karena masih ada rangkaian perbuatan hukum yang perlu diusut.
“Jika gugatan kami dikabulkan, maka secara langsung akan menyebabkan kerugian terhadap Dapen, yang pada akhirnya bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Bank Kalbar,” ujarnya.
Saat ini, objek tanah yang disengketakan telah memiliki SHGB atas nama Dapen Bank Kalbar. Kuasa hukum ahli waris memastikan bahwa langkah berikutnya adalah gugatan perdata terhadap Dapen dan Bank Kalbar, serta membuka kemungkinan pelaporan ke Kejaksaan Agung.