PONTIANAK INFORMASI, PONTIANAK – Hasil survei tim peneliti Asian Development Bank (ADB) menunjukkan Kota Pontianak memiliki modal kuat untuk semakin layak huni. Dari empat dimensi yang jadi fokus, penilaian 1.643 responden warga Pontianak berada di atas rata-rata.
Hal ini berbanding lurus dengan upaya Pemerintah Kota Pontianak sebagaimana visi Wali dan Wakil Wali Kota Pontianak, menjadikan ‘Pontianak Kota Khatulistiwa Berwawasan Lingkungan, Cerdas dan Bermartabat’.
“Kami sangat terbuka terhadap bantuan dari luar untuk membantu mewujudkan Kota Pontianak yang lebih layak dan siap dalam menjadikan kota yang semakin layak huni,” ujar Sekretaris Daerah Kota Pontianak, Mulyadi ketika membacakan sambutan Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono dalam Paparan Hasil Survei Kota Layak Huni Pontianak oleh Tim Peneliti ADB di Pontive Center, Selasa (23/8/2022).
Dari riset yang dikoordinir ADB bersama Bidang Litbang Bappeda Pontianak ini, modal sosial menjadi paling tinggi nilainya. Keberagaman agama dan etnis, ditambah penerimaan dan kohesi sosial, diikuti rasa aman dan kepercayaan terhadap pemerintah yang tinggi, mendapat nilai tertinggi dalam penelitian yang dilakukan di 10 kelurahan di Kota Pontianak tersebut.
“Perhatian yang diberikan Pemerintah Kota Pontianak saat ini terhadap kondisi jalur pejalan kaki, ruang publik, dan pepohonan di jalan-jalan kota dapat lebih menguatkan modal sosial di kota ini, bahkan berpotensi menjadi fondasi bagi kota yang lebih layak huni,” ujar tim peneliti ADB, Rina Wulandari.
Dimensi dengan nilai tertinggi kedua adalah modal manusia. Dimensi ini meliputi indikator pekerjaan, layanan kesehatan, pendidikan, ketahanan pangan, dan perlindungan sosial. Dari indikator tersebut, perihal Pelatihan dan Pengembangan Kewirausahaan perlu perbaikan.
Urutan selanjutnya adalah dimensi Modal Fisik Kota. Dimensi ini meliputi indikator infrastruktur dasar dan penghubung. Sistem transportasi massal masih menjadi catatan.
Sedang urutan terakhir, adalah modal alam. Dimensi ini meliputi indikator untuk adaptasi iklim, pengelolaan risiko bencana, dan pengelolaan lingkungan hidup. Untuk urusan ini, saat ini Pemkot Pontianak tengah menyusun Rencana Aksi Perubahan Iklim dengan pendampingan Global Covenant of Mayors (GCoM) for Climate & Energy.
Sementara itu, Kepala Bappeda Kota Pontianak, Sidig Handanu menilai survei yang dilakukan cukup mewakili kondisi Pontianak. Variabel yang memiliki nilai rendah akan jadi fokus perencanaan pembangunan ke depan.
“Survei ini bisa menjadi dasar bantuan masuk dan Kota Pontianak sedang melakukan perbaikan proses bisnis rencana pembangunan dan beberapa variabel di sini bisa dijadikan acuan,” jelasnya.
Akan tetapi ada beberapa variabel yang bisa ditarik ke level regional. Seperti bencana kabut asap yang bukan hanya kewenangan Pemkot.
“Soal peringatan dini, terkait pra bencana perlu diperhatikan. Namun, kota sudah menyiapkan sarana saat bencana dan pasca bencana. Baik dari sistem informasi hingga bantuan untuk masyarakat,” jelasnya.
Sementara untuk sanitasi kota, saat ini tengah berjalan program Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T). Dari hasil analisis spasial, investasi sanitasi yang dibangun di kawasan Nipah Kuning dan Martapura ini dapat melayani 41.500 populasi rentan di lima kelurahan, termasuk penduduk kawasan kumuh dan penerima bantuan sosial di daerah padat.
“Saat ini kita belum merasakan tentang SPALD, tapi kalau tidak diatasi dari sekarang akan jadi masalah di tahun-tahun mendatang. Sanitasi yang buruk itu faktor paling berdampak terhadap kesehatan masyarakat,” ujar Handanu.
Sebagai informasi, survei yang berlangsung sejak 15 Mei sampai 11 Juni 2022 ini melibatkan 1.643 responsen. Sedang prosesnya dimulai sejak Februari 2022 dan dikoordinir Bidang Litbang Bappeda Kota Pontianak. Responden penelitian berasal dari 10 kelurahan. Yaitu kelurahan Tambelan Sampit, Kota Baru, Sungai Beliung, Batu Layang, Banjar Serasan, Sungai Jawi, Siantan Hilir, Bansir Laut, Siantan Tengah dan Benua Melayu Darat. Penelitian tersebut membawa tiga hal dasar sebagai pertanyaan. Pertama perihal bidang-bidang layak huni yang sudah berjalan baik dan yang perlu ditingkatkan. Kedua, bagaimana analisis sistematis terhadap potensi investasi bersama pemangku kebijakan. Ketiga, populasi rentan mana saja yang mendapat manfaat dari program investasi sanitasi. (RS)