PONTIANAK INFORMASI, NASIONAL – Pakar Kebijakan Publik, Bambang Haryo Soekartono menyebutkan tudingan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto soal pembangunan Food Estate sebagai kejahatan lingkungan dan membabat hutan, tak berdasar.
Proyek di Desa Tewai Baru, Gunung Mas, Kalimantan Tengah itu sendiri, kini dalam proses terealisasi sebesar 600 hektare. Sehingga dengan luasan tersebut, masih terbilang kecil dan bukan pembabatan hutan.
“Kita semua tahu, jumlah luas hutan di Indonesia ada 125,8 juta hektare. Berarti jumlah luasan yang akan difungsikan sebagai lahan untuk ketahanan pangan sebesar 600 hektar tersebut relatif sangat kecil,” katanya, kemarin.
Hal ini bila dibanding dengan luasan hutan yang ada di Kalimantan Tengah sebesar 10,3 juta hektar. Terlebih jika dibanding luas hutan seluruh Indonesia seluas 125,8 juta hektar.
“Rupanya Pak Hasto lupa, bahwa hutan yang sudah dibabat untuk kelapa sawit di Indonesia ada sekitar 15 juta hektar, dan hutan yang sempat rusak terbakar di tahun 2015 sebesar 2,61 juta hektar,” jelasnya.
Demikian pula hutan produktif yang digunakan untuk kepentingan penambangan batu bara di Indonesia, dengan produksi penambagan sebesar 687 juta ton pertahun.
“Jadi sudah berapa ratus ribu atau juta hektar hutan yang dibabat akibat penambangan batu bara tersebut,” ungkap anggota DPR-RI Periode 2014-2019 itu.
Berkaca dari hal-hal tersebut, Bambang yang juga menjabat Penasehat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Jawa Timur ini mempertanyakan sikap Hasto saat kerusakan-kerusakan itu terjadi tanpa memberikan pandangan.
“Kemana aja Pak Hasto pada waktu itu? Hal ini sangat ironis dan terkesan pencitraan. Kenapa program ketahanan pangan yang diusahakan oleh Pak Jokowi dengan penanggung jawab Kementerian Pertanian sebagai leading sector dan Kemenhan RI membantu utama untuk menyukseskan program ketahanan pangan di lahan singkong sebesar 600 hektar sudah dikritisi keras oleh Pak Hasto itu,” tanya BHS.
Ketua Harian Masyarakat Transportasi (MTI) Jawa Timur ini menambahkan, seharusnya perlu diketahui, untuk membuka lahan baru butuh suatu proses menyeimbangkan kondisi hara tanah dengan melakukan pengolahan-pengolahan tanah agar tanah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai lahan produksi pertanian (lahan hijau).
Beberapa contoh food estate yang sudah berhasil misalnya di Papua daerah Kerom dengan luas 10 hektar menghasilkan jagung raksasa dan sudah diekspor.
Kemudian, Timika menghasilkan sagu yang merupakan lahan sagu terluas di dunia sebesar 4,7 juta hektar yang perhektarnya menghasilkan 40 ton sagu bahkan sebagian diekspor dan sebagian lagi dikonsumsi sebagai makanan pokok masyarakat Papua.
Selanjutnya di Marauke menghasilkan beras yang dikonsumsi sebagian oleh negara Papua Nugini dan sebagian lagi dikonsumsi oleh masyarakat di Papua.
Menurutnya, hal ini jelas bahwa food estate diharapkan bisa mengatasi krisis pangan yang saat ini sering dikhawatirkan oleh pemerintah, terutama yang sedang melanda dibeberapa negara di dunia.
“Dan diharapkan juga semua wilayah Indonesia harus mempunyai lumbung-lumbung pangan, agar terjadi kemudahan dan pemerataan pangan di seluruh Indonesia,” pungkas anggota Bidang Pengembangan Usaha dan Inovasi DPN HKTI ini. (ap)