Dok. Freepik
PONTIANAK INFORMASI, Nasional – Dalam beberapa hari terakhir, mahasiswa Universitas Udayana (Unud) ramai-ramai menyampaikan permintaan maaf terbuka di media sosial terkait kasus perundungan terhadap almarhum TAS, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unud yang meninggal dunia setelah melompat dari lantai dua gedung FISIP. Permintaan maaf ini menjadi sorotan publik setelah video dan percakapan yang merendahkan korban viral di media sosial.
Keenam mahasiswa yang diduga terlibat perundungan tersebut, di antaranya Leonardo Jonathan Handika Putra, Wakil Ketua BEM Fakultas Kelautan dan Perikanan, menyatakan permohonan maafnya secara terbuka. Leonardo mengatakan, “Saya memohon maaf atas polemik yang saat ini sedang ramai diperbincangkan di sosial media terhadap ketikan dan perilaku saya yang telah menghina almarhum saya tidak membenarkan terhadap perilaku saya” ungkap Leonardo dilansir dari Instagram @denpasar.viral.
Selain Leonardo, Muhammad Riyadh Alvitto Satriyaji Pratama, Kepala Departemen Kajian Aksi Strategis dan Pendidikan Himapol FISIP, juga mengungkapkan penyesalannya melalui pernyataan resmi di media sosial. Ia menyampaikan, “Saya ingin menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf yang tulus atas tindakan saya di media sosial yang telah merugikan”.
Kampus Universitas Udayana memberikan respons tegas dengan menjatuhkan sanksi pendidikan berupa pengurangan nilai softskill selama satu semester bagi mahasiswa yang terbukti melakukan perundungan. Wakil Dekan III FISIP Unud, I Made Anom Wiranata, menyampaikan sanksi tersebut dan menambahkan bahwa mahasiswa bisa kembali mengikuti perkuliahan normal semester berikutnya. Anom juga menyarankan agar pelaku membuat surat pernyataan dan video klarifikasi permohonan maaf.
Permintaan maaf ini muncul setelah tangkapan layar percakapan grup WhatsApp mahasiswa Unud yang menyamakan foto korban dengan selebgram Kekeyi dan komentar merendahkan lainnya beredar luas. Hal tersebut memicu kecaman keras dari mahasiswa lainnya dan masyarakat luas yang menilai sikap tersebut tidak berempati terhadap tragedi.
Mahasiswa pelaku perundungan mengakui kesalahan dan menyesali perbuatan mereka yang telah melukai keluarga korban dan masyarakat luas. Mereka berjanji menjadikan peristiwa ini pelajaran penting untuk memperbaiki sikap ke depan. “Dengan peristiwa ini merupakan pembelajaran bagi saya untuk bertindak selalu hati-hati dan hijab dalam perkataan juga perbuatan saya bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi,” kata salah satu mahasiswa.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi dunia kampus terkait pentingnya empati dan sikap saling menghormati antar mahasiswa. Tindakan cepat kampus dan permintaan maaf terbuka mahasiswa diharapkan mampu menenangkan situasi sekaligus memberikan efek jera agar tidak terulang kembali perundungan yang berdampak tragis seperti ini.
