PONTIANAK INFORMASI, NASIONAL – Pemilu 2024 dipastikan menggunakan sistem proporsional terbuka. Kepastian diperoleh setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang sistem pemilu proporsional terbuka di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (15/6).
Sebelumnya diketahui bahwa permohonan uji materi diajukan pada 14 November 2022.
MK menerima gugatan dari lima orang yang keberatan dengan sistem proporsional terbuka dan mengajukan permohonan penerapan sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional tertutup membuat pemilih tak bisa memilih calon anggota legislatif secara langsung. Pemilih hanya mempunyai hak voting terhadap partai politik, sedangkan kendali penentuan legislatif menjadi kewenangan penuh partai politik.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Kelompok DPD M.Syukur menilai putusan MK yang menolak gugatan tersebut merupakan ‘angin segar’ bagi masa depan kehidupan demokrasi Indonesia.
“Pemilu dengan sistem proporsional terbuka sudah berjalan tiga kali dari pemilu 2009, 2014, dan 2019. Jika kemudian kembali ke sistem proporsional tertutup itu merupakan langkah mundur,” ungkap Syukur dikutip di detiknews
Anggota DPD Provinsi Jambi ini juga menyampaikan bahwa setiap sistem pemilu ada kelebihan dan kekurangannya. Begitu pula sistem proporsional terbuka dan tertutup.
Melihat iklim demokrasi di Indonesia, sistem proporsional terbuka tentu masih relevan dengan kehidupan politik Tanah Air.
Sistem proporsional tertutup membuat pemilih tak bisa memilih calon anggota legislatif secara langsung. Pemilih hanya mempunyai hak voting terhadap partai politik, sedangkan kendali penentuan legislatif menjadi kewenangan penuh partai politik
Menanggapi hal tersebut, Ketua Kelompok DPD M.Syukur menilai putusan MK yang menolak gugatan tersebut merupakan ‘angin segar’ bagi masa depan kehidupan demokrasi Indonesia.
“Pemilu dengan sistem proporsional terbuka sudah berjalan tiga kali dari pemilu 2009, 2014, dan 2019. Jika kemudian kembali ke sistem proporsional tertutup itu merupakan langkah mundur,” ungkap Syukur.
Anggota DPD Provinsi Jambi ini juga menyampaikan bahwa setiap sistem pemilu ada kelebihan dan kekurangannya. Begitu pula sistem proporsional terbuka dan tertutup.
Melihat iklim demokrasi di Indonesia, sistem proporsional terbuka tentu masih relevan dengan kehidupan politik Tanah Air.
Sejak masa reformasi rakyat sebagai pemegang kedaulatan berdasarkan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945, terdapat ruang aspirasi sebesar-besarnya untuk menentukan figur yang dianggap pantas mewakili rakyat, bukan hanya sekadar mencoblos partai politik tetapi tidak tahu siapa yang akan menjadi wakil rakyat.
“Ini yang membuat suara rakyat seperti teramputasi karena dikalahkan oleh kepentingan partai politik,” ujar Syukur
Ia menambahkan seharusnya partai politik itu cukup melakukan rekrutmen pencalonan berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan. Setelah itu, biarkan rakyat yang memutuskan pilihan mereka.
Sebab, prinsip utama demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
“Oleh karena itu adanya putusan MK yang tidak mengabulkan Penggugat untuk kembali ke proporsional tertutup merupakan bagian dari kemenangan demokrasi di Indonesia,” tutur Syukur.
Syukur menjelaskan dengan adanya putusan sistem proporsional terbuka, seharusnya partai politik tidak perlu khawatir kalau calon-calon yang terpilih nantinya bukan dari kader-kader potensial yang punya loyalitas tinggi di partai politik.
Untuk menghindari hal tersebut, partai politik perlu meningkatkan kualitas calon wakilnya di parlemen dengan melakukan pembinaan dan kaderisasi jauh-jauh hari sebelum pemilu.
Hal tersebut dilakukan agar kader partai yang potensial dapat mendapatkan dukungan masyarakat sehingga berhak masuk parlemen.
“Sehingga yang terpilih bukan kader yang hanya menumpang nyalon tetapi tidak tahu akan perjuangan partai,” pungkasnya. (KI)