
Makan bergizi gratis yang digelar Muhammadiyah. (Dok. Muhammadiyah)
PONTIANAKINFORMASI.CO.ID, NASIONAL – Muhammadiyah mengingatkan agar program makan bergizi gratis yang akan dijalankan Presiden Prabowo Subianto jangan sampai seperti pemberian bantuan sosial (bansos). Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Hikmah, Busyro Muqoddas, menekankan bahwa anggaran makan gratis seharusnya diberikan langsung ke sekolah-sekolah di daerah.
“Kekuatan-kekuatan masyarakat sipil, agar penyaluran ini (makan bergizi gratis) tidak mengalami nasib yang sama dengan penyaluran bansos,” kata Busyro dalam Diskusi Publik dan Peluncuran Laporan ‘Yang Lapar Siapa? Yang Kenyang Siapa? Mitigasi Risiko Program Makan Bergizi Gratis’ secara daring, Senin (30/12).
Busyro sepakat dengan usulan yang disampaikan Center of Economic and Law Studies (Celios) dan mencontohkan penyaluran bansos selama periode Pemilu 2024. Menurutnya, pembagian bansos dilakukan dengan cara yang sembrono dan tidak senonoh, serta banyak data yang dipalsukan.
“Bukan saja sembrono, tapi merupakan penistaan riil terhadap rakyat. Dibagikan dengan cara-cara yang tidak senonoh dan menghinakan rakyat, ada juga data yang dipalsukan,” tuturnya.
Ia juga mengkritisi kehadiran Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai penanggung jawab program ini, meragukan kemampuan pejabat yang mengisi posisi tersebut untuk menyelenggarakan program makan bergizi gratis dengan anggaran Rp71 triliun bagi 19,47 juta rakyat Indonesia.
“Apakah orang-orang (pejabat Badan Gizi Nasional) yang direkrut itu punya pengalaman? Track record yang terbuka (dan) teruji (dapat) dibaca oleh siapa saja, untuk menyalurkan kebijakan yang mencapai dana Rp71 triliun dibagi untuk 19,47 juta rakyat Indonesia?” tanya Busyro.
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar juga menegaskan bahwa Presiden Prabowo tidak seharusnya menjalankan program makan gratis secara terpusat. Ia mengusulkan agar anggaran Rp71 triliun ditransfer langsung dari Kementerian Keuangan ke sekolah-sekolah di daerah untuk menghindari potensi korupsi.
“Kami simulasikan beberapa aspek potensi inefisiensi dan kita melihat ada potensi korupsi sebesar Rp8,52 triliun pada tahun depan (2025) dari total anggaran Rp71 triliun, apabila skema sentralistis itu dilaksanakan oleh pemerintah,” tambahnya.