PONTIANAK INFORMASI, NASIONAL – Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin angkat bicara mengenai polemik kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang semakin meresahkan mahasiswa di Indonesia. Dalam sebuah acara di Mamuju, Sulawesi Barat, Ma’ruf menekankan pentingnya pembagian beban yang proporsional dalam mengatasi masalah ini, serta menyatakan ketidaksetujuannya jika seluruh beban dibebankan kepada mahasiswa.
Ma’ruf menyoroti perlunya keterlibatan berbagai pihak dalam menangani isu UKT. Menurutnya, masalah UKT harus diatasi dengan pembagian peran yang proporsional antara berbagai pihak, baik pemerintah, perguruan tinggi hingga mahasiswa. Mahasiswa memang harus ikut berkontribusi, tetapi proporsi beban tersebut harus sesuai dengan kemampuan masing-masing pihak.
“Dan juga tidak tentu mahasiswa tidak mungkin tidak mengambil bagian dan pemerintah juga mengambil bagian. Menurut saya solusinya itu yang dibagi ini ya, harus menjadi beban pemerintah sesuai dengan kemampuan, menjadi beban mahasiswa sesuai dengan kemampuan, dan menjadi beban perguruan tinggi melalui badan-badan usaha yang dikembangkan untuk menanggung sebagian. Jadi jangan dibebankan pada mahasiswa semua,” tegas Ma’ruf.
Sebelumnya Ma’ruf menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa melepaskan tanggung jawab dalam pendanaan pendidikan tinggi karena hal tersebut adalah amanat konstitusi. Ia menekankan bahwa pendidikan tinggi merupakan amanat konstitusi yang harus dilaksanakan untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul dalam rangka mencapai Indonesia Maju 2045.
“Soal UKT masalah pendidikan tinggi itu kan masalah amanat konstitusi yang harus kita jalankan ya. Konstitusinya nggak usah disebut lah. Perguruan Tinggi itu juga dalam rangka memenuhi keinginan kita untuk mencetak SDM unggul,” ujar dia saat mengawali tanggapannya setelah pengukuhan KDEKS di Mamuju, Sulawesi Barat, Rabu (22/5/2024).
Namun, Ma’ruf juga mengakui bahwa saat ini pemerintah belum mampu menanggung sepenuhnya biaya pendidikan tinggi. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus mencari pendanaan mandiri melalui skema Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).
“Maka itu disebutkan PTNBH, perguruan tinggi berbadan hukum PTN perguruan tinggi negeri berbadan hukum, PTNBH, itu supaya menjadi solusi. Ini sebenarnya yang harus dikembangkan,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Ma’ruf juga merespons pandangan yang menganggap pendidikan tinggi sebagai ‘tertiary education’, yang sering kali dianggap kurang penting. Ia menolak pandangan ini dan menyatakan bahwa meskipun tidak semua orang harus masuk perguruan tinggi, lembaga ini tetap memegang peran penting dalam membentuk SDM unggul.
“Ya, tersier itu kan dalam arti bahwa tidak semua orang harus masuk perguruan tinggi tapi tidak berarti tidak penting,” ujarnya.
Ma’ruf menyarankan agar istilah ‘tertiary education’ yang memunculkan polemik tidak digunakan.
“Kalau saya, menurut saya tidak semua orang harus masuk ke perguruan tinggi. Tapi perguruan tinggi itu juga mungkin karena kita harus menyiapkan sumber daya manusia yang unggul, kalau tidak perguruan tinggi, tidak unggul. Nah itu kan itu persoalan,” katanya.
Dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan pembagian beban yang adil, Ma’ruf berharap masalah UKT bisa diselesaikan tanpa membebani mahasiswa secara berlebihan.
“Istilahnya lebih pada kebutuhan kita dan tidak semua orang harus masuk PT, barangkali dicairkan saja,” pungkasnya.
Melalui pernyataan ini, Wapres Ma’ruf Amin menegaskan bahwa solusi untuk kenaikan UKT harus melibatkan pemerintah, perguruan tinggi, dan mahasiswa dalam pembagian yang proporsional, guna memastikan pendidikan tinggi yang terjangkau dan berkualitas bagi seluruh lapisan. (ad)