
PONTIANAK INFORMASI – Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI) akan menggelar Indonesian Palm Oil Smallholder Conference and Expo (IPOSC) ke-5 di Kalimantan Barat. Event terbesar bagi petani sawit ini akan berlangsung di Hotel Q Qubu Resort, Kubu Raya, pada Rabu (24/9/2025).
Ketua Panitia IPOSC sekaligus Sekjen POPSI, Hendra J Purba, mengajak seluruh petani kelapa sawit dan perusahaan perkebunan di Kalbar untuk hadir. Menurutnya, banyak materi penting yang bisa mendukung peningkatan kinerja perkebunan sawit.
“Saat ini luas lahan perkebunan kelapa sawit yang dimiliki petani mencapai 42% dari total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Dengan segala fleksibilitas yang dimilikinya dibanding
dengan perusahaan, diperkirakan pada masa depan akan semakin meningkat dan akan lebih besar dibanding perusahaan,”katanya.
Hendra menuturkan petani kelapa sawit merupakan game changer bagi industri kelapa sawit Indonesia. Bila permasalahan petani kelapa sawit utama yaitu produktivitas yang rendah bisa diatasi, maka daya saing sawit Indonesia bisa terjaga bahkan naik baik terhadap produsen sawit lainnya maupun terhadap minyak nabati lain.
Bila tidak maka nasib sawit diperkirakan akan sama dengan komoditas perkebunan unggulan lainya seperti gula dari eksportir terbesar jadi importir terbesar; kakao dari produsen nomor 3 dunia sekarang nomor 7.
IPOSC, kata Hendra, menjadi wadah strategis untuk mendorong peningkatan produktivitas petani. Puluhan booth akan hadir menampilkan produk unggulan seperti benih sawit bersertifikat, pupuk kimia maupun organik, pestisida, hingga alat dan mesin perkebunan. Acara ini juga akan diikuti ratusan petani serta masyarakat umum.
“Kalbar termasuk daerah dengan peredaran benih ilegitim cukup tinggi. Melalui IPOSC, petani bisa langsung mengakses produsen benih resmi. Begitu juga kebutuhan pupuk, pestisida, dan alat mesin bisa didapatkan dengan mudah. Tidak ada alasan lagi menggunakan benih atau produk yang tidak jelas asal-usulnya,” jelas Hendra.
Menurutnya, IPOSC juga penting bagi perusahaan. Sebab keberlangsungan industri sawit tidak bisa lepas dari produktivitas petani di sekitar perkebunan.
“Perusahaan harus serius membina petani. Jangan hanya puas dengan perjanjian jual beli TBS. Harus ada kemitraan yang lebih maju. Di IPOSC, perusahaan bisa berdiskusi langsung dengan petani terkait kebutuhan dan peluang kerja sama,” tegas Hendra.
Ia berharap melalui IPOSC ke-5 ini, sinergi antara petani dan perusahaan sawit semakin kuat demi menjaga daya saing industri sawit Indonesia di kancah global.