Foto: ANTARA FOTO/Novrian Arbi
PONTIANAK INFORMASI, Nasional – Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, baru-baru ini mengemukakan pernyataan kontroversial mengenai program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tidak memerlukan kehadiran ahli gizi. Pernyataan tersebut viral dan memunculkan berbagai reaksi dari kalangan profesional gizi maupun publik.
Cucun menyatakan bahwa dalam rapat koordinasi Forum Konsolidasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Bandung, ia menyarankan agar istilah “ahli gizi” dalam program MBG diganti menjadi “tenaga yang menangani pengawasan gizi.” “Tapi tadi saya sampaikan aspirasi disini dengan BGN, maksimalkan yang ada profesinya adalah ahli gizi,” tutur Cucun sebagai upaya mencari solusi atas kekurangan tenaga ahli di lapangan.
Pernyataan Cucun yang menyebut bahwa semua orang bisa menjadi ahli gizi hanya dengan mengikuti pelatihan selama tiga bulan, mendapat kritikan tajam dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) dan Badan Gizi Nasional (BGN). Kepala BGN, Dadan Hindayana, menegaskan bahwa pengawasan gizi dalam MBG harus dijalankan oleh tenaga profesional yang minimal bergelar sarjana di bidang gizi atau kesehatan masyarakat. Hal ini untuk menjamin kualitas dan keamanan menu yang disajikan bagi penerima manfaat program.
Setelah mendapat protes dari berbagai pihak, Cucun akhirnya meminta maaf atas pernyataannya tersebut. Dalam klarifikasinya, ia menegaskan bahwa pembahasan bersama PERSAGI dan pihak terkait akan terus dilakukan agar program MBG berjalan dengan baik, berbasis rekomendasi tenaga profesional.
Namun, polemik soal keterlibatan ahli gizi dalam MBG tetap menjadi perbincangan hangat. Banyak yang menilai bahwa pengaturan dan evaluasi gizi adalah hal kompleks yang tak cukup hanya dengan pelatihan singkat. Pentingnya peran ahli gizi pun tidak dapat diabaikan demi keberhasilan program yang menargetkan peningkatan kualitas gizi masyarakat.
Sementara itu, Cucun juga mengkritik sikap oknum ahli gizi yang menurutnya arogan, sehingga menyarankan supaya lulusan SMA dilatih menjadi relawan pengawas gizi. Meski begitu, ia sudah menyatakan siap berkolaborasi dengan seluruh pihak agar tujuan utama MBG tercapai secara efektif dan efisien.
Kasus ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya pemahaman yang utuh terhadap profesi dan peran tenaga ahli dalam setiap program kesehatan masyarakat. Dialog konstruktif antara wakil rakyat, asosiasi profesi, dan institusi terkait amat dibutuhkan agar kebijakan yang dihasilkan tidak merugikan kualitas pelayanan publik.
