Donald Trump (Dok. Ehite House)
PONTIANAK INFORMASI, Internasional – Negara-negara anggota BRICS menghadapi ancaman serius dari Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump secara terbuka mengumumkan rencana pemberlakuan tarif dagang tambahan sebesar 10% bagi negara mana pun yang mendukung kebijakan anti-Amerika dari kelompok BRICS. Kebijakan ini dinilai dapat memperburuk ketidakpastian dalam hubungan perdagangan internasional serta memicu gelombang proteksionisme baru, terutama di tengah ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung.
Penting dicatat bahwa kutipan langsung dari pernyataan Trump di platform Truth Social berbunyi, “Negara mana pun yang mendukung kebijakan anti-Amerika dari BRICS, akan dikenakan tarif tambahan sebesar 10%, tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini. Terima kasih atas perhatian Anda terhadap masalah ini!”. Pernyataan ini menuai reaksi keras dari berbagai negara anggota BRICS, termasuk Indonesia yang baru saja resmi bergabung pada Januari 2025.
Kebijakan tarif tambahan ini diumumkan bertepatan dengan berlangsungnya KTT BRICS di Rio de Janeiro, Brasil, di mana para pemimpin BRICS mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam kebijakan proteksionisme dan menilai kenaikan tarif dapat mengancam stabilitas perdagangan global. BRICS sendiri saat ini beranggotakan 11 negara, termasuk Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Indonesia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menegaskan bahwa BRICS bukanlah forum yang bertujuan untuk konfrontasi dengan negara mana pun. “BRICS tidak terlibat dalam konfrontasi dan tidak menargetkan negara apa pun,” ujarnya seperti dilansir dari Global Times melalui Kompas. Sementara itu, Rusia dan Afrika Selatan juga menyampaikan bahwa kolaborasi dalam BRICS tidak pernah ditujukan untuk melawan negara ketiga, melainkan mendorong kerja sama yang saling menguntungkan.
Ancaman tarif tambahan dari AS ini menambah tekanan bagi negara-negara berkembang yang selama ini mengandalkan perdagangan bebas dan multilateral. Indonesia sendiri, sebagai anggota baru BRICS, turut waspada terhadap dampak kebijakan tersebut. Pemerintah Indonesia menyatakan masih menunggu komunikasi resmi dari pihak Amerika Serikat terkait implementasi tarif tambahan ini dan berharap dapat menemukan solusi terbaik melalui jalur diplomasi.
Kebijakan tarif ini diperkirakan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025, jika tidak ada kesepakatan dagang baru antara AS dan negara-negara mitra. Para pengamat menilai, langkah Trump ini merupakan sinyal keras bagi negara-negara yang ingin memperkuat aliansi di luar pengaruh Amerika Serikat, sekaligus mempertegas arah kebijakan perdagangan AS yang semakin proteksionis di bawah kepemimpinan Trump.
