Kim Jong-un (Dok. KCNA)
PONTIANAK INFORMASI, Internasional – Kasus hukum bersejarah mengguncang dunia internasional setelah seorang pembelot Korea Utara, Choi Min-kyung, secara resmi mengajukan gugatan pidana dan perdata terhadap Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, beserta empat pejabat tinggi Pyongyang lainnya. Gugatan ini diajukan di Pengadilan Distrik Pusat Seoul dan Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul, Korea Selatan, pada Jumat, 11 Juli 2025. Langkah ini menjadi preseden baru dalam upaya menuntut pertanggungjawaban rezim Korea Utara atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Choi Min-kyung mengaku mengalami penyiksaan brutal, pelecehan seksual, dan kekerasan fisik selama tiga bulan di fasilitas penahanan Korea Utara setelah dipulangkan paksa dari China pada 2008. “Saya menuntut agar Kim Jong-un dan bawahannya dimintai pertanggungjawabannya di hadapan hukum. Sebagai korban penyiksaan dan penyintas Korut, saya memikul tanggung jawab yang mendalam dan mendesak untuk meminta pertanggungjawaban dinasti Kim atas kejahatan kemanusiaan,” ujar Choi, seperti dilansir Lentera Today.
Kasus ini didampingi oleh Pusat Bantuan Hukum Hak Asasi Manusia di Pusat Basis Data untuk Hak Asasi Manusia Korea Utara (NKDB). NKDB menyatakan bahwa gugatan ini merupakan yang pertama kali diajukan oleh korban pelanggaran HAM kelahiran Korea Utara terhadap pemimpinnya sendiri. NKDB juga berencana membawa kasus ini ke badan-badan internasional seperti PBB dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Choi Min-kyung sendiri merupakan Ketua Asosiasi Keluarga Korban Penjara Korea Utara. Ia membelot dari negaranya pada 1997, sempat tinggal di China, namun dipulangkan paksa pada 2008. Selama di tahanan, Choi mengaku mengalami berbagai bentuk kekerasan yang menyebabkan trauma berkepanjangan. Setelah beberapa kali gagal melarikan diri, ia akhirnya berhasil menetap di Korea Selatan pada 2012.
Dalam keterangannya kepada media, Choi berharap langkah hukumnya dapat menjadi pemicu perhatian dunia terhadap isu HAM di Korea Utara. “Saya harap tindakan hukum ini akan menjadi kesempatan untuk menarik perhatian Korea Selatan dan dunia mengenai masalah HAM di Korea Utara,” kata Choi.
Gugatan ini tidak hanya mencetak sejarah baru, tetapi juga berpotensi menambah tekanan internasional terhadap Pyongyang yang selama ini nyaris kebal dari jeratan hukum global. Banyak pihak menilai, kasus ini bisa menjadi pintu masuk bagi korban lain untuk menuntut keadilan atas pelanggaran HAM yang dilakukan rezim Kim Jong-un.
Pengajuan gugatan ini juga mendapat perhatian luas dari berbagai organisasi HAM internasional. Mereka menilai langkah Choi sebagai keberanian luar biasa yang dapat membuka jalan bagi akuntabilitas pemimpin otoriter atas kejahatan kemanusiaan. Seperti disampaikan Choi, “Saya berharap tindakan hukum ini menarik perhatian domestik dan internasional terhadap isu hak asasi manusia di Korea Utara”.
