Berita Kalbar, PONTIANAK INFORMASI – Memasuki penghujung tahun 2021, harga cabai di Kalimantan Barat mengalami kenaikan harga drastis.
Di Kota Pontianak harga cabai diangka 120 ribu rupiah hingga 130 ribu rupiah perkilo gram, bahkan seperti Kabupaten Sintang harga cabai hingga 200 ribu rupiah perkilonya.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Prabasa Anantatur mengatakan bahwa kenaikan harga cabai merupakan masalah klasik.
Khusus di Kalbar pada akhir tahun ini ia sudah memprediksi bahwa harga cabai akan mengalami kenaikan.
Hal tersebut lantaran musibah banjir yang terjadi di wilayah Kalbar dalam beberapa bulan terakhir.
Kabupaten Sintang, Melawi, dan Sanggau dikatakannya merupakan daerah penghasil cabai terbesar di Kalbar, dan dampak banjir diwilayah tersebut beberapa waktu lalu dinilainya membuat harga cabai kini naik, sementara untuk mendatangkan cabai memerlukan waktu.
Dalam menstabilkan harga seharusnya Pemerintah daerah sudah menyiapkan program ketahanan khususnya komoditi andalan seperti cabai yang juga merupakan produk pemicu inflasi.
Prabasa berkata, Pemerintah daerah harusnya saat ini sudah memiliki kawasan khusus berbasis komoditi, khususnya cabai, dan kawasan pertanian khusus ini harus berada di daerah yang tidak rawan banjir.
Bila mana sudah memiliki kawasan tersebut, selanjutnya dilakukan program penanaman berkala dengan estimasi hasil tiap masa panen mampu mencukupi kebutuhan lokal.
“Kedepannya harus ada kawasan berbasis pertanian cabai, tinggal menentukan wilayahnya dimana jadikan program utama, dari Dinas Pertanian, di prediksi sesuai kebutuhan ketika panen bisa mencukupi pasar lokal,” pungkasnya 30/12/2021.
Hal itu ia sarankan menyiapkan kawasan pertanian khusus, saat ini dari Pemda saat ini sudah waktunya pula memberdayakan masyarakat untuk membudiyakan tanaman cabai di lahan – lahan rumah warga.
“Dinas pertanian harus bisa melokalisir untuk memberikan bantuan ke warga, jangan pandang bulu, banyak warga memiliki pekarangan rumah, sediakan bibit, polibek, ajari masyarakat bertanam, dan memanennya,” paparnya.