PONTIANAK INFORMASI, PONTIANAK – Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suriansyah menjelaskan sejumlah faktor yang menyebabkan molornya kesepakatan KUA PPAS APBD Perubahan Tahun 2022 antara DPRD dan Gubernur Kalbar.
“Penandatangan nota kesepakatan memang sempat ditunda beberapa kali. Penundaan itu akibat belum tercapainya kesepakatan antara kedua pihak terkait dengan beberapa hal,” katanya, Rabu (7/9/2022).
Pertama, jelas Suriansyah, terkait penambahan pendapatan daerah dalam APBD Perubahan 2022 oleh Pemprov direncanakan sebesar Rp244 miliar. Sementara, pihak DPRD berkeyakinan bahwa penambahan itu bisa ditingkatkan dengan ditambah lagi Rp200 miliar, sehingga total menjadi Rp444 miliar.
Keyakinan penambahan tersebut, berasal dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor. Berdasarkan penghitungan DPRD, potensi meningkatkan pajak kendaraan bermotor dan bea masuk itu, didasarkan pada bertambahnya kendaraan bermotor baik roda empat dan dua serta lainnya secara signifikan.
“Sehingga dari hal ini bisa ditingkatkan. Sedangkan rencana Pemprov tidak menaikkan komponen ini. Jadi, kenaikan direncanakan Pemprov itu dari pajak kendaraan bermotor. Pajak air permukaan dan pajak rokok,” terangnya.
“Itulah yang menjadi perdebatan panjang kedua pihak saling berargumentasi yang semuanya intinya untuk kepentingan masyarakat Kalbar. DPRD juga ngotot meningkatkan hal tersebut untuk menjadi sumber pembiayaan bagi belanja bagi pembangunan daerah,” tambahnya.
Kemudian lanjut Suriansyah, yang juga menjadi perdebatan adalah masih adanya pengamatan dari DRPD terutama badan anggaran, terkait belanja Rp914 miliar yang dinilai harus diperjelas dan dialokasikan dengan tepat.
“Karena kami menganggap bahwa dalam rencana belanja sebesar itu masih belum tepat sasaran. Masih harus dialokasikan ke kegiatan yang menyentuh masyarakat. Ini kami yakini jumlah belanja sebesar itu sebelumnya bukan menjadi kewenangan pemerintah, tapi kewenangan pusat ke daerah,” paparnya.
Jadi, kata Suriansyah, DPRD Kalbar menginginkan pemerintah mempertajam sasaran belanja pada hal-hal yang lebih baik. Hal ini menjadi perdebatan yang cukup panjang, namun akan didalami pada RAPBD 2022.
“Menurut Pemprov, kita dalam pembahasan KUA PPAS perubahan ini, belum fokus pada pembahasan masalah tersebut,” katanya.
Kemudian permasalahan ketiga yang menjadi perdebatan kemarin, adalah adanya program yang diusulkan oleh DPRD berupa pokok pikiran (Pokir) yang diserap pada saat reses dan sudah dianggarkan pada 2021, tidak dapat dilaksanakan karena beberapa sebab.
“Sehingga anggota DPRD meminita program itu dialihkan di APBD perubahan 2022. Karena usulan itu dari masyarakat dalam rangka peningkatan dan pemberdayaan dan pembangunan desa,” ujarnya.
Jadi, sambung Suriansyah, harapan DPRD terhadap program tersebut dapat dianggarkan pada 2022 perubahan. Namun menjadi perdebatan karena terbatasnya ruang untuk mengakomodir kegiatan tersebut.
Selain itu, hal itu juga terbentur dengan terbatasnya anggaran yang tersedia. Karena anggaran lain yang tersedia sudah dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang sudah direncanakan di 2022 dan beberapa hal mendesak.
“Ini perdebatan tentu DPRD mendesak itu tetap diakomodir, sementara pihak Pemprov masih berusaha mencari ruang fiskal yang tersedia. Menata rencana belanja, rencana anggaran kegiatan tentunya perlu penelahaan lebih komprehensif,” terangnya.
Kendati demikian, meski melewati proses yang alot, akhirnya kedua belah pihak menyepakati KUA PPAS APBD Perubahan 2022 tersebut. Hal ini menurut Suriansyah, guna kepentingan masyarakat Kalbar secara keseluruhan.
“Intinya kesemuanya untuk kepentingan Kalbar. Tidak sama sekali dimaksudkan untuk kepentingan pribadi dewan atau tim banggar daerah. Jadi mari sama-sama ikuti perkembangan proses pembahasan anggaran berikutnya, sehingga kita harapkan dan kita doakan ini bermanfaat untuk masyarakat Kalbar,” paparnya.
“Kami tentu mohon maaf kepada masyarakat akibat dari keterlambatan ini, akibat dari polemik yang terjadi. Tetapi yakinlah, apa yang kami lakukan adalah hal terbaik untuk masyarakat Kalbar,” pungkasnya. (ap)