
PONTIANAKINFORMASI.CO.ID, NASIONAL – Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal meminta agar polemik terkait siswa yang terancam tidak dapat mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) akibat kegagalan finalisasi Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) dievaluasi agar tidak kembali terulang di tahun mendatang.
“Jangan memupus mimpi anak-anak karena kelalaian pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab mengemban amanat ini. Harus ada evaluasi ke depan,” ujar Cucun dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Cucun menyesalkan terjadinya permasalahan ini, mengingat jumlah sekolah yang lalai dalam menginput data siswa yang berhak mengikuti SNBP cukup banyak. Menurutnya, persoalan ini bukan hanya sekadar masalah administrasi, tetapi juga berdampak pada masa depan generasi penerus bangsa.
“Anak-anak ini punya mimpi untuk masa depan mereka, tapi jadi korban karena kelalaian pihak sekolah. Jadi ini bukan hanya soal administrasi, tapi terbuangnya satu kesempatan bagi anak-anak berprestasi meraih cita-cita mereka,” lanjutnya.
Sejumlah pihak sekolah beralasan gagal melakukan finalisasi PDSS karena kendala infrastruktur dan jaringan. Namun, Cucun menilai alasan tersebut tidak bisa menjadi pembenaran karena ada sekolah lain dengan kondisi infrastruktur yang lebih buruk tetapi tetap mampu menyelesaikan finalisasi sebelum tenggat waktu.
Di sisi lain, ia mengapresiasi upaya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang telah memberikan bantuan bagi sekolah-sekolah yang mengalami kendala, serta koordinasi yang dilakukan dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dalam proses pendaftaran SNBP.
“Karena ini menyangkut nasib anak-anak berprestasi kita yang merupakan calon-calon pemimpin bangsa ke depan. Jangan abaikan mereka karena kelalaian pihak lain,” tegasnya.
Cucun juga mendukung keputusan Kemendiktisaintek yang memberikan waktu tambahan bagi sekolah untuk mengakses PDSS sehingga siswa yang memenuhi syarat tetap dapat mendaftar SNBP 2025. Ia menekankan bahwa siswa tidak boleh menjadi pihak yang terkena dampak akibat kesalahan administrasi yang dilakukan pihak sekolah.
“Karena anak-anak ini tidak salah tapi justru jadi korban, jangan mereka yang ikut terkena sanksi akibat kelalaian guru atau pihak sekolah. Jadi kalau mau ada tindakan tegas ya dilakukan kepada pihak-pihak yang gagal menginput data, bukan ke siswa,” katanya.
Sebagai langkah antisipatif, ia menilai perlu ada pengawasan lebih ketat terhadap sekolah-sekolah dalam proses pendaftaran SNBP, termasuk dengan membentuk tim khusus dari kementerian dan dinas pendidikan. Selain itu, ia mengusulkan adanya sistem pendaftaran otomatis yang memungkinkan data siswa terinput lebih cepat guna mengurangi potensi kendala teknis di lapangan.
“Termasuk agar sistem pendaftaran semakin dipermudah, misalnya dengan metode automatically yang bisa mengambil data siswa secara lebih cepat. Jadi bisa mengurangi missed atau kendala teknis di lapangan,” tutupnya.