
Desain Garuda, Istana Negara Ibu Kota Indonesia. Foto: Instagram @jokowi
Berita Nasional, PONTIANAK INFORMASI – Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) mengungkapkan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur ibu kota negara yang baru selama 2020-2024 di era Pemerintahan Jokowi kisarannya hingga US$441 miliar atau setara Rp6.257 triliun.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala Subdirektorat Dukungan Pemerintah DJPPR Kemenkeu Yonathan Setianto Hadi dalam acara talkshow Indonesia’s Sustainable Projects, Rabu (22/12/2021) lalu.
Menurut DJPPR Kemenkeu, pembangunan infrastruktur merupakan tulang punggung dari pemulihan ekonomi, sekaligus untuk mendorong pertumbuhan di jangka panjang. Namun, besarnya kebutuhan pembiayaan ini membuat APBN tidak memadai untuk mendukung secara mandiri.
“Dengan APBN sendiri, tidak akan bisa memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur,” kata Yonathan, dikutip dari Bisniscom, Senin (27/12/2021).
Yonathan menerangkan, pembiayaan infastruktur diharapkan bisa bersumber dari tiga skema pembiayaan, di antaranya dari anggaran fiskal US$163 miliar (37 persen), BUMN sebesar US$93 miliar (21 persen), dan paling besar yaitu swasta sebesar US$185 miliar (42 persen).
Untuk itu, sekaligus untuk mendorong kebutuhan terhadap infrastruktur berkelanjutan, sambungnya, maka pembiayaan yang inovatif dinilai menjadi suatu keharusan.
Dijelaskannya juga, skema pembiayaan yang akan didorong adalah menarik investasi sektor swasta, instrumen pembiayaan inovatif, kebijakan dan insentif fiskal, serta meningkatkan akses terhadap pembiayaan global.
Nantinya, skema pembiayaan inovatif akan menjadi proritas. Skema tersebut dibagi menjadi Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), pembiayaan campuran atau blended finance dan SDG Indonesia One.
Pertama, lanjut dia, KPBU atau Public Private Partnership (PPP). Yonathan menuturkan, saat ini ada 50 proyek yang dibiayai menggunakan skema tersebut di seluruh Indonesia. Pembiayaannya mencapai Rp241 triliun.
Kedua, blended finance atau pembiayaan campuran yang mencampurkan anggaran fiskal, sektor swasta, donor, dan filantropi. Kemudian yang Ketiga, SDG Indonesia One yang juga merupakan blended finance dengan platform Special Mission Vehicle (SMV) pemerintah yaitu PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI). (YD)