
PONTIANAK INFORMASI – DPRD Kalimantan Barat mendukung langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar dalam menyusun regulasi tata kelola kratom atau daun purik, yang menjadi salah satu komoditas unggulan daerah.
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalbar, Heri Mustamin, mengatakan kratom merupakan komoditas khas Kalbar yang tidak dimiliki daerah lain, khususnya banyak dibudidayakan di Putussibau.
Namun hingga kini, tata kelola perdagangan maupun ekspor-impor kratom masih terkendala regulasi yang belum jelas.
“Dewan sudah bersepakat dan bersama eksekutif untuk memprioritaskan perda tentang tata kelola kratom ini dalam program legislasi daerah. Tentu ini berita gembira lah untuk kawan-kawan penggiat produk-produk Kratom yang ada di Kalimantan Barat ini,” ungkap Heri saat dihubungi via WhatsApp, Senin (15/9/25).
Menurut Heri, keberadaan perda ini penting untuk melindungi petani sekaligus membuka peluang peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) melalui inovasi pengelolaan kratom, mulai dari proses budidaya hingga pemasaran.
“Ada potensi yang selama ini belum terlindungi dengan perundang-undangan yang memang seharusnya sudah dari dulu dilakukan. Saat ini kita sudah sepakat dengan pemerintah provinsi sehingga perda tentang tata kelola atau mengelola Kratom itu baik dari aspek tanam tumbuhnya maupun dalam marketingnya,” jelasnya.
Heri mengatakan, rancangan perda tata kelola kratom telah masuk dalam program legislasi daerah (Prolegda) 2025. Pada 17 September mendatang, ia menyebutkan, DPRD Kalbar bersama Pemprov akan mengajukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri terkait judul-judul perda yang diprioritaskan, termasuk perda kratom.
“InsyaAllah nanti tanggal 17 September ini semua peraturan daerah yang menjadi program prolegda itu akan dikonsultasikan dulu ke Kementerian Dalam Negeri, nah salah satu judul perda yang akan dikonsultasikan oleh DPR ke Kementerian Dalam Negeri adalah Kratom,” sebutnya.
Heri berharap, jika tidak ada kendala dengan pemerintah pusat, perda tata kelola kratom bisa disahkan pada akhir 2025 atau awal 2026, dan mulai berjalan maksimal pada pertengahan 2026.
“Kami berharap semua pihak, baik masyarakat, petani, maupun stakeholder terkait, mendukung langkah ini. Karena kratom bukan hanya bernilai ekonomi, tapi juga bisa memberi nilai tambah bagi daerah,” harapnya.