PONTIANAK INFORMASI – Berawal dari munculnya kekhawatiran akan pudarnya minat generasi muda terhadap motif dan tradisi khas Kalimantan Barat mendorong sekelompok seniman Pontianak menggelar Pameran Swararupa bertajuk “Dekolonisasi Estetika Pesisir dan Rimba Kalbar”.
Pameran ini berlangsung pada 20–24 November 2025 di Museum Kalimantan Barat.
Sebanyak 21 karya dipamerkan yang diciptakan oleh 12 seniman lokal Pontianak. Mulai dari lukisan, kain batik, hingga seni rupa tiga dimensi dengan berbagai teknik seperti multimedia, barang bekas, printing, media tikar, dan kanvas.
Ketua Pelaksana, Deny Farid Yusman, menjelaskan bahwa tema dekolonisasi dipilih sebagai ajakan untuk masyarakat kembali mengenali akar budaya Kalbar.
“Banyak budaya kita sudah ditinggalkan anak-anak, kenapa dekolonisasi kita ingin mengajak untuk kembali lagi kepada aslinya kita, tujuannya mengangkat dan mengedukasi lagi bahwa kita mempunyai banyak budaya dan tradisi,” ungkapnya.
Selain menampilkan seni rupa, Deny mengatakan dalam pameran ini juga menghadirkan tradisi musik.
“Kita juga berkolaborasi dengan musik tradisi. Semoga kegiatan ini menjadi potensi kawan-kawan bahwa kita mempunyai adat , tradisi kita. jangan ditinggalkan adat dan tradisi kita, karena itu lah jati diri kita,” ujarnya.
Kegiatan ini turut diapresiasi oleh Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah 12 Kalimantan Barat, Juliadi. Ia menyebut pameran tersebut mampu menghadirkan perspektif berbeda dalam penguatan budaya lokal.
“Kami mengapresiasi kegiatan ini. Pengusul, saudara Deny, kami fasilitasi melalui program fasilitasi kemajuan kebudayaan. Pameran ini menarik karena memadukan suara dan karya rupa yang mengangkat budaya pesisir khususnya Sambas, serta budaya Melayu dan Dayak yang terlihat dari motif-motifnya,” kata Juliadi.
Ia juga mengakui kondisi seniman di Kalbar yang tetap produktif meski menghadapi keterbatasan ruang dan anggaran.
“Saya kira seniman Kalbar cukup kreatif untuk tetap berkarya dalam kondisi apa pun. Ini patut diapresiasi,” ujarnya.
Pameran Swararupa diharapkan dapat menjadi ruang edukasi sekaligus pengingat bahwa tradisi dan estetika lokal adalah identitas yang mesti dirawat lintas generasi. (Lid)
