Lokal, News  

Tim Dokter RSUD Soedarso Lakukan Operasi Langka Perlekatan Ari-ari Bayi

Proses operasi yang dilakukan tim medis RSUD dr Soedarso, Kamis (21/7/2022). (Foto: Dok. PIFA/Andrie P)

Berita Lokal, PONTIANAK INFORMASI – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedarso Kalimantan Barat, melakukan prosedur operasi langka masalah kehamilan serius, plasenta akreta terhadap ibu hamil berusia 33 tahun. Operasi tersebut berlangsung di Ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS), Kamis (21/7/2022) pagi.

Operasi ini, dilakukan oleh tiga dokter spesialis. Di antaranya dokter ahli kandungan dr Soebono, dokter ahli urologi, dr Yance dan dokter onkologi gineakologi, dr Manuel.

Dr Soebono menjelaskan, plasenta akreta adalah kondisi kehamilan berupa perlekatan ari-ari bayi. Dalam kasus ini, ari-ari tersebut melekat di dinding kandung kemih. Hal tersebut bisa terjadi karena resiko dari riwayat operasi sektio (cesar) yang berulang.

“Pasien ini datang dengan riwayat operasi dua kali dari poliklinik kebidanan Soedarso dengan membawa rujukan, itu sudah dengan perlekatan ari-ari atau plasenta ke dinding kandung kencing. Operasi ini melibatkan beberapa dokter dan tim yang sudah kita miliki,” kata Bono.

Dia menerangkan, operasi ini kompleks dan khusus. Sebab ari-ari yang melekat di kandung kemih dan rahim itu tidak dilepaskan. Ari-ari tersebut tetap dibiarkan di dalam rahim, kemudian dilakukan pengangkatan rahim.

“Kita tinggal dalam rahim, untuk mencegah pendarahan atau cedera organ lain. Setelah itu dilakukan pengangkatan rahim dengan ari-ari masih di dalamnya,” jelasnya.

Prosedur operasi dimulai dengan operasi cesar untuk melahirkan bayi dalam kandungan. Kemudian setelah evaluasi dan edukasi ke pasien, dilanjutkan dengan operasi akreta tersebut.

“Mungkin ada faktor genetik, tapi kecil sekali kemungkinannya. Bisa jadi penempelan bakal janin ke lokasi perlekatan ari-ari itu faktor lain, tapi kecil sekali. Dia karena riawayat operasi cesar dua kali, ” papar Bono.

Bono menerangkan, kondisi masalah kehamilan ini cukup langka. Komplikasi tersebut tidak sering terjadi. Namun jika ini terjadi memang dibutuhkan tindakan yang optimal. Mulai dari persiapan hingga pelaksanaannya.

“Seingat saya kasus terakhir yang kita alami ini, di tahun 2019. Pada saat itu kita masih mendatangkan tim dari luar pulau. Saat ini, syukurnya kita sudah punya tim akreta sendiri, kita bisa menangani kasus-kasu seperti ini sendiri,” terangnya.

Untuk kondisi bayi sendiri, menurut Bono dalam keadaan yang baik. Tim rumah sakit memantau bayi tersebut dengan sangat intensif, sebelum akhirnya diputuskan untuk mengambil tindakan operasi besar ini.

“Observasi cukup intens terhadap bayinya. Jadi persiapan cukup panjang, kami juga tetap pantau. Kita periksa rekam jantung bayi rutin 12 jam sekali, sampai pagi kondisi bayi baik,” katanya.

Sementara itu, berdasarkan konsultasi dari anastesi, pemulihan pasien pasca operasi membutuhkan perawatan intensif yang harus melalui perawatan di ruang ICU selama satu atau dua hari, tergantung kondisi pasien itu.

“Untuk pemulihan tergantung kondisi pasien. Apabila, ya mudah-mudahan tidak ya, pendarahan banyak masa pemulihan akan lama. Karena membutuhkan transfusi darah, tapi operasi berjalan lancar, pemulihan sekitar satu atau dua hari,” jelasnya.

Tim dokter, tambah Bono, juga sudah memberikan edukasi terhadap pasien terkait resiko pasca pengangkatan rahim. Pasien tersebut tidak dapat kembali mengandung, dan hal ini sudah disepakati bersama.

“Pasien rencananya setelah operasi, dia dan suami setuju juga steril. Berencana tidak punya anak lagi. Tindakan pengangkatan kandungan ini sejalan dengan keinginan ibu. Kita berusaha melakukan tindakan terbaik bahkan sampai saving life si ibu,” pungkas Bono.

Suasana salah satu ruang operasi di IBS RSUD Soedarso itu, tampak tegang. Dokter Bono bersama tim berjumlah belasan orang, sibuk mondar-mandir mempersiapkan peralatan medis untuk operasi plasenta akreta tersebut.

Pasien terlihat sudah terkapar tak sadarkan diri pasca dibius. Tangannya membentang dipasangi infusan. Cairan infus dan kantong-kantong darah bergelantungan di tiang-tiang besi. Bunyi mesin-mesin alkes terdengar tak putus di telinga.

Pukul 09.15 WIB, dokter Bono memulai prosedur bedah. Dia tampak tenang. Tangannya cekatan memegang peralatan bedah. Perut pasien mulai dibelah. Tak lama, bayi mungil lahir disambut perawat untuk segera dibawa ke ruang perawatan bayi.

Prosedur lanjutan sejurus dilakukan. Pengangkatan rahim sang ibu, operasi plasenta akreta. Bono dan tim tak mengalihkan pandangan. Bola matanya menatap tajam belahan perut pasien itu.

Guntingan demi guntingan menyayat bagian yang akan dibuang. Selang menyedot cairan dari robekan perut itu, aliran darah segar dari infusan transfusi juga diguyur ke bagian itu. Sekitar satu jam berlalu, gumpalan daging yang bakal dibuang akhirnya bisa diangkat. (ap)