
Prajurit TNI AL Jumran (Foto : Tempo/Diananta P. Sumedi)
PONTIANAK INFORMASI, Nasional – Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Kelasi Satu Jumran, prajurit TNI Angkatan Laut (AL), atas kasus pembunuhan berencana terhadap Juwita, seorang jurnalis asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Selain hukuman penjara seumur hidup, Jumran juga dipecat secara tidak hormat dari dinas militer TNI AL.
Ketua Majelis Hakim, Letkol Arie Fitriansyah, menyatakan bahwa Jumran terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana sesuai dakwaan primer Pasal 340 KUHP. Perbuatan terdakwa dinilai bertentangan dengan sapta marga sumpah prajurit dan mencoreng nama baik TNI di mata masyarakat. Hakim juga menegaskan bahwa tidak ditemukan hal-hal yang meringankan dalam kasus ini.
Kasus ini bermula ketika Juwita ditemukan tewas dengan sejumlah luka lebam di lehernya pada 22 Maret 2025 di kawasan Gunung Kupang, Kota Banjarbaru. Awalnya kematian korban diduga akibat kecelakaan tunggal, namun penyelidikan mengungkap fakta pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Jumran, yang juga merupakan pacar korban. Motif pembunuhan diduga terkait penolakan Jumran untuk menikahi Juwita.
Majelis hakim menolak permintaan restitusi dari keluarga korban dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dengan alasan terdakwa tidak memiliki kemampuan finansial untuk membayar ganti rugi karena masih memiliki tanggungan di bank dan telah dipecat dari TNI AL. Kuasa hukum keluarga korban, Muhamad Pazri, menyatakan kekecewaannya atas vonis tersebut yang menurutnya seharusnya lebih berat, yakni hukuman mati, serta menyesalkan tidak dikabulkannya restitusi.
Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap, dan terdakwa diberikan waktu tujuh hari untuk mengajukan banding atau menerima vonis. Kepala Oditurat Militer III-15 Banjarmasin, Letnan Kolonel Sunandi, menyatakan menerima putusan tersebut karena sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan anggota TNI AL dan seorang jurnalis, serta menimbulkan keprihatinan atas kekerasan terhadap pekerja media di Indonesia. Vonis ini diharapkan menjadi pelajaran bagi institusi militer dan masyarakat luas mengenai pentingnya penegakan hukum tanpa pandang bulu.