
PONTIANAKINFORMASI.CO.ID, PONTIANAK – Pengadilan Negeri Pontianak menjatuhkan vonis 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp 4 miliar kepada IF, ibu tiri dari Ahmad Nizam Alfahri, dalam kasus kekerasan yang menyebabkan kematian anak sambungnya tersebut. Putusan ini dibacakan pada sidang yang digelar pada Rabu (16/4/2025).
Dalam pembacaan vonisnya, Ketua Majelis Hakim Wahyu Kusumaningrum menyatakan bahwa IF terbukti secara sah dan terbukti bersalah melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak sambungnya yang berujung meninggal dunia.
“Mengadili, satu menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan matinya anak yang dilakukan oleh orang tuanya secara berlanjut. Dua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa, pidana penjara selama 20 tahun dan denda sejumlah Rp 4 miliar dan apabila pidana denda tidak dapat dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” ujarnya.
Putusan tersebut memicu beragam reaksi dari pihak keluarga korban. Tiwi ibu kandung Nizam menyatakan bahwa vonis yang dijatuhkan belum sepenuhnya mewakili rasa keadilan.
“Seharusnya dari kejadian yang sudah kita jalani dari fakta hukum yang kemarin seharusnya dia bisa mendapatkan hukuman yang lebih dari ini. Tapi saya rasa juga hakim sudah melakukan semaksimal mungkin sesuai dengan fakta persidangan dan lainnya,”
Terkait untuk banding, Tiwi mengatakan akan diskusikan terlebih dahulu dengan pengacaranya.
“jadi nanti kita coba diskusi dengan pengacara bagaimana kelanjutannya. Kalau untuk banding kita akan diskusikan lagi sama pengacara baiknya seperti apa,”
Sementara itu, Kuasa hukum keluarga Nizam, Saga Manalu turut menyayangkan perbedaan antara pasal yang diputuskan oleh majelis hakim dan pasal yang sebelumnya dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Menurutnya, JPU menuntut dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, yang memiliki ancaman pidana maksimal seumur hidup atau hukuman mati.
“Majelis hakim justru memutus berdasarkan undang-undang kekerasan terhadap anak. Ini jelas berbeda dengan tuntutan JPU yang memakai Pasal 340. Keluarga korban merasa ini belum memenuhi rasa keadilan,” kata Saga.
Ia menambahkan bahwa dalam proses hukum, keluarga korban tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan banding. Satu-satunya pihak yang bisa melakukannya adalah Jaksa Penuntut Umum.
“Kami berharap besar Jaksa akan mempertimbangkan untuk mengajukan banding. Harapan sederhana dari keluarga, pasal tuntutan dikembalikan ke 340, sesuai dengan keyakinan bahwa ini adalah pembunuhan berencana,” tukasnya.