KTT Doha (Foto : Qatar News Agency/AFP)
PONTIANAK INFORMASI, Internasional – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab-Islam yang diadakan di Doha telah menghasilkan sejumlah resolusi yang menyoroti agresi Israel dan menyerukan langkah-langkah diplomatik dan hukum. Namun meskipun suara solidaritas kuat dan kecaman keras muncul, banyak pihak menyebut bahwa KTT tersebut belum menunjukkan aksi nyata yang konkret.
Dalam resolusi yang disepakati pada Senin malam (16/9/2025), para peserta KTT mengutuk agresi brutal Israel, menuntut peninjauan kembali hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Israel, dan menyerukan tindakan hukum terhadapnya. Namun, kritik dari publik dan warganet menggarisbawahi bahwa pernyataan tersebut lebih bersifat simbolis daripada langkah konkret yang bisa langsung dirasakan.
Salah satu analis, Adel Abdel Ghafar dari Middle East Council on Global Affairs, memperkirakan bahwa KTT ini “lebih tentang pesan solidaritas” namun “tidak ada harapan untuk bertindak.” Ia mengatakan bahwa tindakan nyata hanya mungkin “dari negara-negara Teluk yang bekerja sama untuk meninjau arsitektur keamanan mereka dan menghadapi AS secara bersatu.”
Warganet di media sosial juga menyuarakan keprihatinan. Banyak yang menilai draf resolusi Doha “lemah dan mengecewakan,” serta kurang mencerminkan skala kemarahan publik terhadap tindakan Israel terhadap Qatar. Mereka meminta posisi yang lebih tegas, misalnya sanksi ekonomi, pemutusan hubungan diplomatik yang lebih nyata, atau intervensi hukum di forum internasional bukan hanya kecaman verbal.
Sumber dari SindoNews melaporkan bahwa prediksi umum sebelum KTT adalah bahwa pertemuan tersebut tidak akan menghasilkan tindakan praktis, melainkan hanya solidaritas semata. Rapuhnya kepastian aksi nyata menimbulkan skeptisisme dari banyak pengamat tentang efektivitas KTT Doha sebagai forum penentu arah kebijakan terhadap konflik Israel–Palestina.
Sebagai salah satu usaha konkret, resolusi Doha menyerukan agar anggota negara Arab dan Islam mulai meninjau kembali hubungan diplomatik dan ekonomi mereka dengan Israel, serta menginisiasi tindakan hukum. Namun belum ada laporan pasti mengenai kapan atau bagaimana tindakan-tindakan itu akan dilaksanakan.
Kesimpulannya, KTT Doha yang digelar sejak 15–16 September 2025 telah memunculkan gelombang harapan sekaligus kekecewaan. Solidaritas dinyatakan dengan lantang, tetapi bagi banyak pihak, suara tanpa tindakan akan sulit mengubah situasi konflik yang terus berlangsung. Tantangan terbesar adalah mengubah resolusi dan deklarasi menjadi aksi nyata yang berdampak baik dalam diplomasi, ekonomi, maupun hukum dan memastikan bahwa janji-janji tersebut tidak hanya tinggal di atas kertas.
