Lokal, News  

Meriam Karbit, Tradisi Warga Pontianak di Bulan Ramadhan Hingga Malam Lebaran

Menjelang lebaran, warga Tambelan Sampit beramai-ramai menyalakan meriam yang diletakkan di tepi sungai Kapuas.

Maulidi Murni, satu diantara pemain meriam karbit menjelaskan, ada beberapa proses persiapan yang harus dilakukan.

Langkah pertama, dimulai dengan menutup lubang pada moncong meriam karbit. Penutupan tersebut biasanya dilakukan dengan kertas koran bekas. Selanjutnya meriam diisi air dilanjutkan dengan mengisi karbit.

“Pengisian karbit pada meriam dengan takaran yang bervariasi mulai dari 2 hingga 4 ons, tergantung dari besar diameter sebuah meriam karbit,” ujarnya ditemui saat melakukan uji coba permainan meriam di tepian Sungai Kapuas Tambelan Sampit, Sabtu (8/5/2021) malam.

Setelah meriam diisi karbit dan air, lubang yang ada, termasuk lubang untuk menyulut meriam juga ditutup dengan kertas koran.

Untuk menghasilkan suara yang maksimal, meriam karbit didiamkan selama 7 hingga 8 menit.

Sesekali meriam karbit dilakukan pengecekan untuk memastikan meriam siap disulut. “Ketika meriam sudah dipastikan siap dibunyikan, lubang untuk menyulut dibuka dan disulut dengan api obor hingga terdengar bunyi dentuman,” paparnya.

 
Terkait tradisi meriam karbit di Kota Pontianak ini, Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mempersilakan permainan tradisional tersebut di bulan Ramadan dan menyambut malam Idulfitri yang tinggal menghitung hari.

“Kita tidak menggelar festival meriam karbit tahun ini, tetapi jika masyarakat ingin memainkannya dipersilakan,” katanya beberapa waktu yang lalu.

Ia menekankan agar selama memainkan meriam karbit, warga tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk mencegah penularan Covid-19.

Menurutnya, permainan meriam karbit merupakan bagian dari budaya masyarakat Kota Pontianak. “Mulai bulan Ramadan boleh dimainkan, tapi untuk festivalnya kita tiadakan,” ucapnya.

Sebagian besar komunitas pemain meriam karbit berada di Wilayah Pontianak Timur, Selatan dan Tenggara, terutama mereka yang bermukim di pinggiran Sungai Kapuas.

Permainan tradisional yang sudah lama ada ini merupakan salah satu aset yang dimiliki Kota Pontianak dan hanya satu-satunya meriam karbit sebesar ini di dunia.

“Permainan meriam karbit ini, perlu kita lestarikan agar budaya yang kita miliki tidak punah ditelan zaman,” ungkap Edi.

Saat ini, kata dia, di Kota Pontianak terdapat sekitar 40 kelompok meriam karbit. Seluruh kelompok tergolong aktif sebagai wujud melestarikan budaya di Kota Pontianak.

“Permainan meriam karbit di Kota Pontianak telah menjadi warisan budaya tak benda sehingga hal ini harus kita lestarikan,” pungkasnya.